Mengenal Jacklyn Choppers, Polisi yang Tak Jera Hidup Berdampingan dengan Bahaya…

  • Share

Jangan pindah. Kalau pindah itu artinya polisi kalah sama penjahat. Enggak boleh kalah!”

Ia dikenal dengan nama beken Jacklyn Choppers (45). Dengan gaya nyentrik dan rambut gondrong terurai, anggota Subdit IV Jatanras Ditreskrimsus Polda Metro Jaya itu tak pernah absen mengungkap kasus kejahatan kelas atas.

Mulai dari perampokan sadis di Pulomas, kasus mutilasi Ryan Jombang, hingga kasus pembunuhan yang dilakukan John Kei, pemilik nama asli Jakaria ini tak pernah absen ambil bagian dalam mengungkap kasus-kasus tersebut.

Dapat dipastikan, Aiptu Jakaria atau yang lebih akrab disapa Bang Jeck ini hidup berdampingan dengan bahaya. Namun, tak pernah terpikir baginya untuk keluar dari dunia yang penuh dengan risiko ini.

“Cita-cita gue itu jadi polisi. Pekerjaan nomor satu,” tegas Jeck.

Keluarga diancam

Imbas sifat getol Jeck dalam menangkap penjahat, tak sedikit yang menaruh dendam terhadapnya.

Keluarga terdekat Jeck pun jadi pelampiasan sasaran kemarahan mereka.

Contohnya, pada tahun 2005, beberapa tetangga menyambangi rumah keluarga Jeck untuk mengusir dan menyuruh mereka segera pindah dari rumah yang saat itu mereka tempati.

Pasalnya, Jeck baru saja menangkap bandar narkoba yang tinggal tak jauh dari kediamannya.

“Tetangga sendiri gue tangkep. Jadi mereka marah,” ujar Jeck.

Tak hanya itu, anak dan istri dari Jeck sempat jadi sasaran penculikan oleh salah seorang penjahat.

“Ada yang datang ke rumah waktu Bapaknya (Jeck) baru aja berangkat. Ini (anak) baru dua bulan. Bapaknya katanya kecelakaan. Jadi ini disuruh ikut,” tutur Tina (43), istri dari Bang Jeck.

Namun, Tina tak lantas percaya dengan hal tersebut.

Pasalnya, Jeck baru saja berangkat beberapa saat sebelum orang tersebut datang, sehingga ia merasa tak mungkin dalam waktu yang sangat singkat Jeck mengalami kecelakaan.

Ia pun segera menelepon Jeck untuk mengonfirmasi.

Benar saja, Jeck yang baru berangkat kerja dalam kondisi baik-baik saja.

Dari situ baru terungkap bahwa orang yang datang tersebut hendak menculik anak dan istri dari Jeck untuk mengusik keberadaan Jeck.

Dihujani 12 peluru

Tak hanya keluarga, Jeck juga sempat secara langsung merasakan duka yang menjadi konsekuensi atas profesinya.

Pada tahun 2006, Jeck sempat ditugaskan menangkap komplotan perampok mesin ATM.

“Beberapa itu sudah ditangkap, tapi beberapa masih kabur ke Lampung. Kita kejar ke Lampung, lalu ternyata pelaku ke Bandung, ya kita kejar ke Bandung,” tuturnya.

Hanya berbekal dua jam waktu istirahat, Jeck dan rekan-rekannya yang baru tiba di Lampung segera berangkat ke Bandung untuk mengejar sang perampok.

Ia mendapat informasi bahwa pelaku berada di salah satu pasar tradisional di Kota Bandung.

Saat baru tiba, beberapa anggota kepolisian yang telah terlebih dahulu berada di lokasi mengingatkan Jeck bahwa pelaku membawa senjata api, sehingga harus ekstra hati-hati.

“Pas di dalam situ dibilang hati-hati. Ternyata, pelaku selain punya senjata (api) juga punya granat,” ujar Jeck.

Dengan informasi yang ia dapatkan, Jeck segera masuk untuk menangkap sang pelaku.

Tak lama setelah masuk, Jeck berhadapan langsung dengan pelaku yang sejak lama telah ia incar. Pelaku segera mengeluarkan senjata api miliknya dan menembak berkali-kali ke arah Jeck.

Jeck masih ingat betul peristiwa penembakan tersebut.

Pasalnya, Jeck tidak pingsan usai dihujani 12 peluru di tubuhnya. Padahal, Jeck tidak sedang mengenakan rompi antipeluru.

“Waktu ketembak itu kerasa, enggak pingsan. Ketembak 12 peluru,” ujar Jeck.

Jeck segera dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani operasi. Sembilan peluru berhasil dikeluarkan dari tubuhnya.

Namun, tiga lainnya hingga kini masih berada di dalam tubuh Jeck.

“Tiga masih ada nih. Buat kenang-kenangan,” candanya.

Tak betah saat pindah posisi

Jeck sempat ditawari pindah dari posisinya di Jatanras usai tragedi penembakannya tersebut.

Ia pun sempat bertugas di kantor untuk beberapa bulan.

“Enggak nyampe enam bulan, empat bulanan kayaknya, karena langsung dipindah ke serse lagi,” tuturnya.

Jeck mengaku tidak betah ketika harus menjalani rutinitas di kantor. Ia mengaku lebih kerasan mengungkap kejahatan dan menangkap penjahat langsung dari jalanan.

“Waktu itu ya malah nonton patroli, nonton berita gitu, enggak betah,” ujarnya.

Sejak saat itu, Jeck kembali ke zona nyamannya di Jatanras dan menyatakan tak ingin lagi dipindah.

Ketika ditawarkan untuk pindah ke lokasi ataupun unit lain dengan alasan keamanan, Jeck selalu menolak.

“Jangan pindah. Kalau pindah itu artinya polisi kalah sama penjahat. Enggak boleh kalah!” tegasnya.

Artikel asli : kompas.com

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *