Soekarno Sempat Rencanakan Melarikan Diri Imbas Peristiwa G30S/PKI, Tapi Gagal Gara-gara Ini

  • Share

Kekuasaan Soekarno tergantikan setelah terjadinya peristiwa G30S pada 1965.

Gerakan 30 September itu memakan korban para jenderal militer dan satu letnan TNI AD.

Pemerintahan Soekarno perlahan digantikan Soeharto.

Pada 1967, Soeharto naik sebagai pejabat presiden sedangkan Soekarno dinonaktifkan.

Pengaruh Soekarno dipreteli. Dikutip dari Intisari yang menlansir buku “80 Tahun Sidarto Danusubroto, Jalan Terjal Perubahan, Dari Ajudan Soekarno Sampai Wantimpres Joko Widodo”, gerak-gerik Soekarno juga dalam pengawasan.

Soekarno tidak lagi punya andil dalam pengawalnya.

Pengawal pribadi Soekarno yang sebelumnya Datesemen Kawal Pribadi (DKP) diganti menjadi Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat (Satgas Pomad).

Dalam buku tersebut, pergantian itu terjadi pada 16 Agustus 1967.

Kondisi Soekarno terpuruk. Pergantian tersebut secara tidak langsung membuat Presiden Pertama Indonesia itu kehilangan kekuasaan.

Sebab, DKP merupakan ring satu yang selalu menjaganya sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Perwira DKP yang masih setia pada Soekarno merencanakan melarikan Soekarno.

“Karena Komandan DKP Ajun Komisaris Besar Polisi Mangil Martowidjojo sudah ditahan, Sudiyo dan beberapa perwira DKP bersama beberapa perwira Korps Komando Angkatan Laut/ sekarangn Marinir (KKO), sekitar 15 orang mengadakan rapat-rapat untuk merancang rencana melarikan Bung Karno dari tahanan,” tulis Sidarto.

Rapat itu diadakan di rumah seorang loyalis Soekarno, AKBP Oetoro, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Sidarto mengaku diminta hadir dalam pertemuan tersebut.

Menurut Sidarto, mereka mengundang dirinya karena menganggap dia adalah ajudan yang dekat dengan Soekarno.

Mereka pun menyampaikan pesan untuk Soekarno yang ditahan.

“Bilang pada Bapak, daripada Bapak meninggal dalam keadaan tersiksa seperti ini, lebih baik sama-sama kita,” lanjut Sidarto.

Sidarto menyampaikan pesan itu kepada Soekarno. Ia terkejut sebab Soekarno setuju.

Menurut Sidarto, Soekarno bersedia dilarikan diri dari tahanan.

Bahkan, Soekarno juga menyampaikan sebuah pesan.

“To, kalau terjadi apa-apa dengan saya, beritahu Mega,” kenang Sidarto menirukan ucapan Soekarno.

Menurut Sidarto, Megawati Soekarnoputri pun pada akhirnya mengetahui rencana ini.

Sayang, rencana tersebut akhirnya terbongkar.

Penyebab rencana itu terendus karena mata dan telinga pemerintah Soeharto mendengarnya.

“Rencana melarikan Bung Karno terbongkar karena saya rasa yang mendengar konspirasi ini cukup banyak sehingga mudah tercium aparat intelijen,” kata Sidarto.

Akibatnya, Sidarto pun selama empat tahun diinterogasi oleh Tim Screening Kepolisian Pusat (Tenning Polsat), dan Tim Pemeriksa Pusat (Teperpu).

Sidarto kemudian dianggap sebagai penghubung Soekarno.

“Setiap ditanya tentang rencana ini, saya selalu membantah pernah lapor kepada Bung Karno. Saya ikut rapat dua kali dengan mereka karena solidaritas saja,” tandas Sidarto.

Nama-nama pahlawan revolusi

Dihimpun TribunJabar.id dari berbagai sumber, berikut adalah nama-nama Pahlawan Revolusi Indonesia:

1. Jenderal (anm.) Ahmad Yani

Jenderal TNI Anumeerta Ahmad Yani lahir di Purworejo, Jateng, 19 Juni 1922.

Ahmad Yani meningga di Lubang Buaya, Jakarta 1 Oktober 1965, ketika umurnya masih 43 tahun.

Kala itu, Ahmad Yani merupakan KASAD atau Kepala Staf Angkatan Darat TNI.

2. Letnan Jenderal (anm.) R. Suprapto

Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, 20 Juni 1920.

Suprapto meninggal di Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965.

Umurnya saat itu adalah 45 tahun.

3. Letnan Jenderal (anm.) M.T. Haryono

Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir di Surabaya, Jawa Timur, 20 Januari 1924.

Dia meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965.

Kala itu, umurnya adalah 41 tahun

4. Letnan Jenderal (anm.) S. Parman

Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918.

Pria yang dikenal dengan nama S. Parman ini meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965.

Umurnya saat itu adalah 47 tahun.

5. Mayor Jenderal (anm.) D.I. Pandjaitan

Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan atau disingkat D.I. Panjaitan lahir di Balige, Sumatera Utara, 9 Juni 1925.

Dia meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965.

Saat itu, umurnya adalah 40 tahun.

6. Mayor Jenderal (anm.) Sutoyo Siswomiharjo

Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 28 Agustus 1922.

Sutoyo meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965.

Umurnya saat itu 43 tahun.

7. Kapten (anm.) Pierre Tendean

Kapten Czi. (Anumerta) Pierre Andries Tendean lahir 21 Februari 1939.

Ia meninggal 1 Oktober 1965 di umur yang masih sangat muda, yaitu 26 tahun.

8. AIPDA (anm.) Karel Satsuit Tubun

Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Sadsuitubun lahir di Maluku Tenggara, 14 Oktober 1928.

Dia meninggal di Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 36 tahun.

9. Brigadir Jenderal (anm.) Katamso Darmokusumo

Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) Katamso Darmokusumo lahir di Sragen, Jawa Tengah, 5 Februari 1923.

Dia meninggal di Yogyakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 42 tahun.

Katamso merupakan mantan Komandan Korem 072/Pamungkas.

10. Kolonel (anm.) Sugiono

Kolonel Inf. (Anumerta) R. Sugiyono Mangunwiyoto lahir di Gedaren, Sumbergiri, Ponjong, Gunung Kidul, 12 Agustus 1926.

Ia meninggal di Kentungan, Yogyakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 39 tahun.

Sugiono merupakan mantan Kepala Staf Korem 072/Pamungkas.

Artikel asli : tribunnews.com

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *