Lima tahun silam tepatnya 18 Juli 2016, pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso tewas ditembak Tim Alfa 29. Itu merupakan hasil yang cukup signifikan di tengah perburuan panjang terhadap Santoso.
Namun sepak terjang MIT belum berakhir meski Santoso telah tewas. Sisa-sisa kelompoknya hingga kini masih bergerilya di pegunungan Tamanjeka dan Parigi Moutong, Poso, Sulawesi Tengah.
Teranyar, kelompok yang kini dipimpin Ali Kalora itu terlibat baku tembak dengan anggota Satgas Madago Raya. Peristiwa itu terjadi di Desa Tanah Lanto, Torue Parigi.
“Benar telah terjadi kontak tembak antara Satgas Madago Raya dengan DPO teroris Poso yang menyebabkan satu orang dari mereka tewas,” ujar Wakasatgas Humas Ops Satgas Madago Raya AKBP Bronto Budiyono, Sabtu (17/7/2021).
Kemudian pada Minggu (11/7/2021), pasukan elite Koopsgabsus Tricakti yang turut diterjunkan ke Poso menembak mati dua anggota Ali Kalora. Mereka menyergap di Pegunungan Tokasa, Desa Tanah Lanto, Kecamatan Torue, Kabupaten Parimo.
Santoso alias Abu Wardah dikenal sebagai pemimpin MIT yang hampir 15 tahun bergerilya di hutan belantara Poso. Santoso, yang digelari Abu Syarqi Al Indunisi sering muncul dalam propaganda MIT di masa lalu. Dia disebut teroris karena menyebarkan teror mengerikan di wilayah timur Indonesia.
Santoso ditengarai sebagai sosok di balik pembunuhan kejam sejumlah anggota Polri, TNI dan penduduk desa di Poso. Dia berpartisipasi dalam pelatihan militer ilegal pada 2001 di Maluku dan Jawa Tengah.
“Santoso terlibat dalam jihad selama konflik antaragama antara kelompok Kristen dan Muslim di Poso dari 1998 hingga 2001,” kata Herdi Sahrasad dan Al Chaidar dalam jurnal Universitas Paramadina bertajuk ‘Terorisme, Akhir Sejarah Santoso dan Masa Depan Teror di Indonesia’ dikutip Sabtu (17/7/2021).
Herdi dan Chaidar dalam analisisnya menyebut Santoso pergi ke Gunung Biru, Tamanjeka, dan bertemu dengan Bado alias Urwah. Keduanya terlibat dalam pembunuhan dua perwira polisi di Tamanjeka pada November 2012.