Prihatin, ‘beli beras saja susah apalagi HP’ curhat Mpok Ida.
Sehari-hari ia dan suami bekerja sebagai pemulung. Dengan anak dua, tentu sulit bagi keduanya untuk hidup dengan layak sementara penghasilannya sangat minim. Terkadang sampai harus ngutang sana sini.
Sungguh miris, nasib yang menimpa Mpok Ida (45), warga RT 03 RW 04 Kelurahan Kedaung Wetan, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Provinsi Banten.
Ia harus pinjam uang ke sana sini agar anaknya bisa belajar melalui daring/online sebagaimana yang dilakukan saat masa pandemi ini.
Anak pertamanya bernama Nurhisma, saat ini ia duduk di kelas 2 SMPN 22 Kota Tangerang. Ia dan anaknya tak mempunyai ponsel untuk mengikuti proses belajar jarak jauh.
“Enggak punya HP, pinjam HP temannya.”
“Beliin pulsa untuk internetnya itu juga pinjam uang,” ujar Ida saat dijumpai Wartakotalive di rumahnya pada Rabu (15/7/2020).
Sehari-hari Ida bekerja dengan mengumpulkan plastik bekas untuk dijual kembali. Dalam sehari dirinya bisa mendapatkan Rp 20.000 dari hasil menjual plastik sampah itu.
“Suami saya pemulung, kalau enggak kayak gini dapat uang dari mana lagi? Hitung – hitung bantu suami cari uang,” ucapnya.
Keluarga Ida bertempat tinggal di rumah petakan dekat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing. Dan rumah yang ditinggalinya ini bukan milik sendiri, melainkan milik mertuanya.
“Kalau beli pulsa, kami belum dapat bantuan dari pemerintah,” ucap Ida.
Kisah Ida ini juga membuat tetangganya sedih sekaligus prihatin. Eka (48), salah satu tetangga, sering meminjamkan uang kepada Ida.
“Memang pinjam uang, biasanya Rp 50.000 ya dikasih saja. Kadang juga mau nangis lihatnya. Kasihan kalau sampai pinjam ke rentenir kan,” ungkap Eka.
Suaminya bernama Mahdi (46), bekerja sebagai pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing, Kota Tangerang.
Pasangan suami istri ini diketahui mempunyai 2 anak. Anak bungsunya masih berusia 4 tahun. Sedangkan yang pertama adalah Nurhisma yang duduk di bangku SMP.
Jika ditanya mengapa tidak beli handphone, Ida menjawab seperti ini.