Setiap hari duduk di pinggir jalan demi bisa belajar online
Tidak ada pilihan lain, sebab di rumah tak ada sinyal. Sempat ditawari teman untuk belajar di rumahnya, tapi sayang rumahnya cukup jauh dan sungkan kalau harus bertamu setiap hari. Begini suka duka Teara dan adiknya saat cari sinyal untuk belajar daring.
Mahasiswi di Magelang ini tiap hari duduk di pinggir jalan sambil membawa laptop dan perlengkapan belajar lainnya. Dia duduk di pinggir jalan bukan mencari sensasi, melainkan mengerjakan tugas sebab sinyal internet di jalan tersebut cukup kuat.
Mahasiswi ini bernama Teara Noviyani Sekar Melati (19), warga Dusun Nalan II, Desa Kenalan, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Teara, sengaja duduk di pinggir jalan untuk belajar daring semenjak kampusnya, Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM) memberlakukan pembelajaran online.
“Sejak Corona di sini, dari bulan Maret 2020,” kata Teara saat ditemui di lokasi tempatnya mengerjakan tugas di pinggir jalan di Desa Bigaran, Borobudur, Magelang, Selasa (21/7/2020).
Teara menjelaskan, di rumahnya sinyal internet sangat jelek, sedangkan di lokasi tersebut sinyal relatif kuat dan cukup lancar untuk mengakses kuliah daring.
Untuk lokasi yang ia pilih yakni berada di pinggir jalan dari arah Pasar Jagalan, Kalibawang, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menuju ke arah Gunung Gondopuro Wangi, Kecamatan Borobudur.
Saat ditemui di lokasi tersebut, Teara sedang bersama adiknya, Siti Salma Putri Salsabila (13) pelajar kelas 2 siswi MTs Negeri 1 Magelang dan saudara sepupunya, Fitri Zahrotul Mufidah (15), siswi SMK Ma’arif 1 Ngluwar. Mereka bertiga duduk di pinggir jalan dengan berbekal segala perlengkapan belajarnya.
Sering Terganggu Konsentrasinya
Teara menyebutkan, selama berada di lokasi itu, tidak ada yang mengganggunya. Hanya saja saat mengerjakan tugas, terkadang ada orang yang menyapa pas mengerjakan soal sehingga mengganggu kefokusannya.
“Nggak ada. Kalau misalnya lagi ujian, ada yang lewat pada kenal menyapa. Kalau tidak balik menyapa, tidak enak. Padahal lagi ujian, jadi mengganggu konsentrasi,” ujarnya.
Sekalipun pernah disarankan saudaranya agar mencari lokasi lain, tapi Teara tetap memilih lokasi tersebut. Bahkan, terkadang malam hari ia harus ke lokasi ini untuk mengirim tugas. Untuk jarak dari rumahnya menuju lokasi tidak terlalu jauh, yakni 1 km.
“Malam cuma mengirim tugas. Di sini. Suasana gelap. Pas malam naik motor, di atas motor. Lampu dihidupkan dan ditemani adik. Kalau tidak adik dan simbah. Tiap mengirim tugas memang harus ke sini,” katanya.
“Pernah juga saudara, melarang di sini, tapi saya juga bingung. Sebetulnya tujuannya bagus, soalnya pas viral-viralnya culik itu, maling itu. Terus nggak boleh di sini, ya udah bingung, tetap di sini,” tutur anak pertama pasangan Sutedjo dan Kumaroyani itu.
Perempuan kelahiran November 2020 itu kuliah di Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Magelang. Saat ini dia baru saja mengikuti ujian akhir semester (UAS).
“Tiap hari. Tergantung jadwal kuliahnya, tapi biasanya dua kali, seminggu 5 hari. Saat musim hujan dulu pakai payung. Kalau panas tidak apa-apa kepanasan, tetapi kalau kehujanan nggak bisa. Kalau dosennya jadwalnya ganti dadakan, itu termasuk kendala. Saya tidak tahu, karena di rumah off dan tak ada sinyal. Sehari harus rutin buka HP di sini,” ujarnya.
Untuk jadwal kuliah ada yang pukul 07.00 WIB, kemudian pukul 08.00 WIB. Sedangkan pada hari Kamis, jadwalnya full.
“Seminggu, lima hari kuliah daring. Setiap pagi ke sini. Tak tentu, tergantung jadwal kuliah. Ada jam 07.00, 08.00 dan saat hari Kamis full. Jadi jam 07.00, terus jam 10.00 dan jam 11.00. Sempat pulang, cuma minum dan ke sini lagi,” ujar Teara.
Teara pun selalu dinasehati oleh ibunya agar berhati-hati. Jika ada orang yang tidak dikenalnya, kemudian diminta siap-siap membawa kunci sepeda motor untuk segera pergi.
“Ibu bilang, ‘sing penting hati-hati. Misale ada orang yang gak dikenal, siap bawa kunci motor, biar langsung ngegas’. Siap-siap lari kalau ada yang jahat,” ujar dia.
Diketahui, bapaknya bekerja sebagai satpam sedangkan ibunya sebagai ibu rumah tangga.
Teara menyebutkan, ada beberapa temannya yang bersimpati dan menawarkan untuk mengerjakan di rumahnya, tetapi lokasinya cukup jauh. Selain itu, ia merasa tidak enak jika tiap hari bertamu.
“Sebenarnya teman-teman sangat bersimpati, menawarkan ke rumahnya, tetapi kan jauh. Paling dekat juga Borobudur, daerah Tuksongo. Seringnya di situ, tetapi tidak enak kalau tiap hari bertamu. Kalau pagi juga, berangkatnya harus pagi-pagi sekali. Belum siap-siapnya. Jadi kayaknya lebih efektif di sini,” katanya.
Persiapan Sebelum Belajar Online
Untuk itu, semalam sebelumnya ia harus mempersiapkan baterai laptop sampai full, kabel data, buku dan HP. Sejauh ini, paling lama berada di lokasi mulai dari pukul 07.00 WIB sampai 14.00 WIB.
“Laptop, buku, kabel data dan handphone. Laptop di-cas dulu sampai full. Pernah jam 07.00 sampai jam 02.00 sore, di sini duduk di pinggir jalan, mantengin laptop garap tugas, kepanasan dan sebagainya. Kadang bawa bekal dari rumah, kadang disusulin sama ibu. Orang-orang sini pada tahu, kalau mencari sinyal di sini,” tuturnya.
Kuliah daring tersebut, kata Teara, sangat berat. Pertama, karena sinyal internet yang cukup susah, kemudian yang kedua terkadang jadwal yang tidak tentu. Kemudian, tugas yang diberikan membutuhkan internet juga untuk browsing.
“Berat banget. Pertama, karena sinyal susah. Jadwalnya kadang gonta-ganti nggak menetap. Kadang tahu pun kalau sudah selesai kuliahnya. Tugasnya tentu banyak sekali. Tugas itu pun harus membutuhkan internet untuk mencari informasi dan browsing di internet. Sementara di sini, susah sinyal,” katanya.
Harapan Teara dan Salma
Teara berharap, ada wifi yang bisa diakses oleh semua yang sedang kuliah maupun sekolah. Keberadaan wifi tersebut sangat membantu sekali di masa pandemi dengan model pembelajaran jarak jauh seperti ini.
“Ada wifi yang bisa diakses buat saya dan teman-teman, adik-adik yang sedang sekolah. Itu pun inginnya free wifi, kalau misal ada penanggung jawab tidak disandi atau semua dikasih tahu. Jam operasional disesuaikan. Entah dari pemerintah atau kampus yang bisa membantu menyediakan. Tidak hanya saya, tapi untuk teman-teman dari saya yang juga kesulitan sinyal,” ujarnya.
Sedangkan Salma menambahkan, di rumahya juga tidak ada sinyal. Sinyal tersebut ada di lokasi pinggir jalan tersebut. Kemudian, sekolah daring telah berlangsung sejak bulan Maret lalu.
“Di rumah tidak ada sinyal. Yang ada sinyal di sini. Ya sudah di sini mencari sinyalnya. Bersama kakak, memutuskan belajar di sini. Sekolah daring dari Maret, ada Corona, terus di sini. Mengerjakan tugas pelajaran seperti biasa,” kata Salma.
Salma berharap ada wifi yang bisa diakses di desanya. Hal ini karena di wilayahnya kesulitan mencari sinyal HP.
“Ada wifi buat kita. Juga banyak di desa sini yang butuh, banyak teman-teman yang kesulitan dengan daring. Di sini kesulitan sinyal dan jaraknya yang jauh dari tempat mana-mana,” ujarnya.
Artikel Asli : wajibbaca.com