Thomas Roma (44), warga asal Kampung Gurung, Desa Gunung, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, harus berutang untuk membeli ponsel agar dua anaknya bisa belajar.
Kedua anak Roma duduk di kelas III dan II SMA di SMAK Pancasila.
Seperti diketahui, pandemi Covid-19 yang terjadi hingga saat ini mengharuskan para murid untuk belajar dari rumat lewat sistem daring.
“Tuntutan sekolah belajar dari rumah sehingga saya sebagai orangtua beli handphone dengan berutang. Kalau tidak ada handphone android maka mereka tidak bisa belajar online serta mengerjakan soal yang diberikan guru-guru dari sekolah,” ujar Roma kepada Kompas.com di rumahnya, Kamis (20/8/2020).
Roma merupakan seorang pekerja bangunan yang penghasilannya tidak tetap.
Jika dirata-ratakan penghasilannya berkisar Rp 500.000 perbulannya. Hal itu tentu saja tergantung dari jumlah proyek yang dikerjakan.
Sejak Maret 2020 ketika pandemi Covid-19, Roma tak lagi bekerja.
Namun, dia tetap berusaha agar keluarganya makan serta anak-anaknya tetap bisa mengenyam pendidikan.
“Saya sebagai orangtua bertanggung jawab untuk masa depan anak-anak. Walaupun berutang, yang terpenting masa depan anak-anak terpenuhi dengan bekal ilmu pengetahuan. Dengan penghasilan pas-pasan, saya sebagai kepala keluarga serta istri mengatur keuangan sebaik-baiknya,” ucap Roma.
Roma menjelaskan, biaya sekolah dan asrama susteran anak-anaknya sebesar Rp 10 juta lebih per tahun.
Bersyukur biayanya bisa dicicil serta pihak sekolah dan asrama sangat memahami kondisi keluarga mereka yang serba terbatas.
“Jikalau terlambat bayar biaya uang sekolah dan asrama, saya bertemu kepala sekolah dan pihak pembina asrama. Mereka sangat mengerti dengan saya. Saya terus mencari uang untuk membiayai pendidikan anak-anak saya,” jelasnya.
Susah Sinyal
Roma menjelaskan, selain sulitnya ekonomi, tantangan lain adalah sulitnya sinyal.