Oleh karena itu, Kemensos membuka opsi untuk mengantarkan langsung kepada penerima melalui jasa PT POS.
Selain itu Muhadjir mengatakan Kemensos juga akan memastikan bantuan tersebut betul-betul tepat sasaran.
Artinya, uang yang diberikan kepada orang yang membutuhkan dan digunakan untuk kepentingan yang memang diperlukan.
Muhadjir sangat sadar bahwa salah satu kelemahan dari BST ialah pemerintah tidak bisa mengontrol penggunaan bantuan setelah diberikan.
Dikhawatirkan uang itu digunakan untuk membeli hal-hal yang tidaklah penting, seperti rokok dan sebagainya.
Sampai saat ini Muhadjir mengatakan Kemensos masih memikirkan bagaimana cara atau langkah yang tepat agar bansos tersebut digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan pokok.
“Berdasarkan survei, uang itu digunakan untuk beli kebutuhan pokok dan nomor tiga untuk beli rokok,” katanya.
Diketahui sebelumnya Mensos non aktif Juliari P Batubara telah menerima suap senilai Rp.17 miliar dari “fee” pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19 di Jabodetabek.
“Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima ‘fee’ Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS (Matheus Joko Santoso) kepada JPB (Juliari Peter Batubara) melalui AW (Adi Wahyono) dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar,” kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu dini hari.
Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
“Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang ‘fee’ dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB,” kata Firli.*
Artikel asli : pikiran-rakyat.com