“Kalaupun mereka mau, ya tanda tangan dan nantinya Bu Nyai (Umi Habibah) selaku pengasuh pondok pesantren ini yang akan menentukan. Karena untuk menentukan pasangan seseorang tidak mudah,” katanya.
Banyak pertimbangan yang dilakukan oleh Bu Nyai untuk menentukan jodoh seseorang.
Di antaranya, perilaku, pengetahuan, berat, dan tinggi badan, serta yang terakhir shalat istikharah.
“Kami juga berkoordinasi dengan pihak KUA supaya tidak membocorkan siapa calon pengantin yang dinikahkan. Pernikahan yang dilakukan ini sah di KUA, tidak ada yang nikah siri,” katanya.
Salah satu santri yang mengikuti nikah massal bernama Khusnul mengatakan, dirinya tidak tahu yang menjadi calon suaminya tersebut adalah tetangga desa tempat tinggalnya.
“Waktu itu saya tidak tahu siapa calon suami saya. Setelah akad nikah, baru tahu bahwa yang menjadi suami saya adalah tetangga desa. Saya ikut program nikah massal tersebut tahun 2007 dengan peserta sekitar 68 pasangan,” katanya.
Artikel asli : kompas.com