Seorang pasien isolasi Covid-19 baru-baru ini menceritakan pengalamannya setelah menjadi pasien isolasi di rumah sakit.
Padahal, di masa pandemi corona di Tanah Air, subsidi pemerintah terkait pembiayaan perawatan intensif pasien positif Covid-19 memang sangat diperlukan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Corona Virus sebagai Penyakit Dapat Menimbulkan Wabah dan Penanggulangannya yang diteken Menteri Kesehatan pada 4 Februari 2020.
Menyebutkan segala bentuk pembiayaan dalam rangka upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud diktum kedua dibebankan pada anggaran Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, dan/atau sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun sayangnya, hingga 3 bulan ini, masih ada saja sebagian masyarakat yang dipungut biaya selama menjalani masa isolasi Covid-19 di RSUD M Yunus, Bengkulu.
Seperti HS, seorang wanita di Bengkulu yang harus membayar Rp 6,7 juta setelah menjalani isolasi Covid-19.
Pasien berisial HS awalnya berkunjung ke rumah sakit untuk memeriksakan penyakit bawaan.
Namun sebelum menjlani pemeriksaan, HS pun diwajibkan untuk menjalani rapid test.
Dari situlah, hasil rapid test HS terbukti reaktif, dan akhirnya ia harus menjalani masa isolasi Covid-19 di rumah sakit.
Usai 5 hari menjalani isolasi, HS pun kembali melakukan tes swab dengan hasil negatif. HS pun akhirnya diperbolehkan pulang ke rumahnya.
Namun sayang seribu sayang, bukannya pulang dengan perasaan lega, HS dikagetkan atas tagihan biaya rumah sakit sebesar Rp 6,7 juta.
Diketahui, tagihan biaya tersebut merupakan besarnya biaya perawatan selama pasien tersebut diisolasi.
Akibat hal ini, Efran, anak HS pun akhirnya mengutang pada para tetangganya untuk melunasi biaya tersebut.
Pihak keluarga pun mencari pinjaman dan menunjukkan surat keterangan miskin agar bisa membayar tagihan. Lalu Efran mendapatkan keringanan.