Kesepakatan yang diputuskan tersebut menuai polemik lantaran Presiden RI Joko Widodo sempat meminta agar TWK tak dijadikan dasar memberhentikan pegawai KPK.
“Hasil TWK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK baik pada individu atau institusi KPK dan tidak serta merta jadi dasar berhentikan 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes,” kata Jokowi, Senin (17/5).
Selain itu, Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya atas uji materi UU Nomor Tahun 2019 pun menegaskan agar alih status ASN tak merugikan pegawai KPK.
Sejumlah pihak yang menaruh perhatian pada isu pemberantasan korupsi menyebut pemecatan 51 pegawai KPK sebagai bentuk pengabaian dan pembangkangan terhadap arahan Jokowi dan putusan MK.
Dosen hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai keputusan terkait 51 pegawai itu merupakan pengabaian terhadap arahan Presiden, putusan MK, hingga UU KPK.
“Dugaan saya, pengabaian terhadap keputusan MK, UU KPK, Peraturan Pemerintah No. 41/2020 tentang alih status pegawai KPK, lalu saran dan masukan presiden, adalah upaya pengabaian terhadap peraturan perundang-undangan demi kepentingan merusak KPK,” ujarnya.
Begitu pula pendapat ahli hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar. Dia menyebut keputusan terkait 51 pegawai KPK sebagai bentuk pengabaian terhadap pidato Presiden.
“Sungguh saya merasa kasihan pak presiden @jokowi sudah pidato dengan gamblang, tetap saja dicuekin dan jadikan TWK sebagai alasan memecat,” ujar dia, dalam akun Twitter-nya @zainalamochtar, Selasa (25/5).
Ketua Umum Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam-PBNU), Rumadi Ahmad, menyatakan pimpinan KPK harus menjelaskan kepada publik alasan utama tak meloloskan 51 pegawai KPK tersebut.
“Saya agak kaget dengan keputusan ini. Saya belum tahu argumentasinya, tapi seperti ada pembangkangan terhadap arahan presiden yang sudah sangat jelas,” katanya.
Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko merasa heran TWK KPK menjadi polemik. Dia beranggapan mekanisme tersebut sudah dilakukan beberapa lembaga negara lain selain KPK, namun tak pernah berpolemik.
Moeldoko mengatakan perlu ada skenario terhadap perbaikan bagi pihak-pihak yang wawasan kebangsaannya mendapat nilai kurang.
![]() |
Artikel asli : cnnindonesia.com