Ingin Penghasilan Rp 3 Miliar Tak Sampai 2 Tahun? Tanamlah Porang, Ini Caranya

  • Share

“Jangan pernah beli bibit karena harganya murah. Beli bibit yang bermutu. Maka, dua hingga 3 tahun ke depan, saya yakin Sumut dengan memakai pola kita, akan bisa mendekati bahkan mengimbangi produksi Jawa Timur atau Jawa Tengah, karena kita punya hamparan luas,” katanya.

Potensi pasar

Edy Effendi, owner Porang Sumatera Boy mengatakan, ada 13 negara yang menunggu produksi porang. Sumut sendiri, kata dia, saat ini ada sekitar 300 hektare lahan penanaman porang. Dikatakannya, dia memilih menanam porang karena porang sudah menjadi kebutuhan internasional. Ekspor sudah porang sudah mennembus Jepang, Korea, China bahkan mulai berkembang ke Eropa, Amerika dan Australia.KOMPAS.COM/DEWANTORO Edy Effendi, owner Porang Sumatera Boy mengatakan, ada 13 negara yang menunggu produksi porang. Sumut sendiri, kata dia, saat ini ada sekitar 300 hektare lahan penanaman porang. Dikatakannya, dia memilih menanam porang karena porang sudah menjadi kebutuhan internasional. Ekspor sudah porang sudah mennembus Jepang, Korea, China bahkan mulai berkembang ke Eropa, Amerika dan Australia.

Sementara itu, Edy Effendi, pemilik Porang Sumatera Boy mengatakan, ada 13 negara yang menunggu produksi porang. Sumut sendiri, kata dia, saat ini ada sekitar 300 hektar lahan penanaman porang.

Edy mengaku memilih menanam porang karena tanaman ini sudah menjadi kebutuhan internasional. Ekspor porang sudah menembus Jepang, Korea, China, bahkan mulai berkembang ke Eropa, Amerika, dan Australia.

“Bisnis porang ini agak unik. Hilir menanti, hulu tidak ada. Luar negeri sudah menunggu porang dari Indonesia, tapi produksi sangat terbatas. Maka  sangat menarik untuk kita investasi dan ini peluang untuk meningkatkan devisa. Makanya, Menteri Pertanian dan Presiden mengangkat porang sebagai komoditas ekspor untuk dapatkan devisa negara,” katanya.

Pihaknya sudah bekerja sama dengan Porang Sleman Boy setelah sebelumnya ia berkeliling di Jawa untuk melihat penanaman porang, menemui ahli porang yang memiliki banyak pola pengembangan.

Namun, dia menemukan hal yang berbeda pada Porang Sleman Boy karena Idris Tampubolon bekerja sama dengan peneliti.

“Penelitian porang ini paling banyak di UGM. Jadi yang dikembangkan Pak Idris ini disuport para peneliti, dan setelah itu hasil dari pengembangannya sangat signifikan sehingga menjanjikan,” katanya.

Dijelaskannya, dengan diterapkannya porang di Sumut, bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat di Sumut.

Dengan modal Rp 12 juta saja dan lahan 400 meter persegi, tanaman porang bisa menghasilkan Rp 120 juta untuk petani profesional. Sementara untuk petani pemula bisa menghasilkan Rp 40 hingga Rp 50 juta. Menurut Idris, hal itu sudah dapat mengubah taraf hidup masyarakat.

“Dari para pengamat ekonomi, Indonesia, porang adalah bisnis jangkap panjang, bukan musiman karena 80 persen untuk pangan, dan pangan untuk masa depan. Secara kebetulan porang hanya bisa dikembangkan di Asia Tenggara. Jepang, untuk budidaya ini cost-nya tinggi. Begitu juga dengan China. Ini anugerah untuk Indonesia karena bisa tumbuh subur,” katanya.

Bibit masih didatangkan dari Jawa

Dijelaskannya, mengenai ketersediaan bibit porang, untuk saat ini Sumut masih harus mendatangkannya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Di dua provinsi itu, kata dia, lahan penanaman porang sudah mencapai ribuan hektar. Sedangkan Sumatera Utara masih sekitar 300 hektar dan baru dimulai satu-dua tahun terakhir.

Sumut, kata dia, akan memiliki ketersediaan bibit pada tiga-empat tahun mendatang.

Menurutnya, saat ini sudah ada lebih dari 3 hektar lahan yang sudah siap ditanami porang, dan 4,9 hektar lagi akan mulai ditanami porang pada September mendatang.

Artikel asli : kompas.com

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *