Ia justru menyampaikan kalau yang pernah mondok di Tebuireng itu adalah saudaranya, bukan dirinya. Mbah Rusmani yang siang itu mengenakan baju koko putih, peci putih, dan dibalut sorban lalu berkata, “Kulo namung sering sowan mriko (saya hanya sering berkunjung ke sana),” tuturnya. “Mboten nderek ngaos (tidak ikut mengaji),” sambungnya. Sebuah jawaban yang mencerminkan kerendahan hati dan ketawadhu’an santri pada seorang guru.
Mbah Rusmani tinggal bersama putri pertama dan menantunya. Mbah Rusmani sendiri memiliki empat orang putra-putri yang semuanya sudah berkeluarga dan tiga di antaranya tinggal di luar Kota Wonogiri. Tiap hari kediamanya tidak pernah sepi dari para tamu yang datang. Para tamu yang datang biasanya adalah para pengurus NU, santri, dan masyarakat yang sekadar ingin mengadukan persoalan hidup atau meminta nasihat dan doa restu darinya.
Lahul fatihah.
Artikel asli : nu.or.id
Response (1)