Asia Times melaporkan mereka menghadapi kenyataan berbeda yakni kebrutalan dalam skala yang tak mereka siapkan.
Tentang Organisasi Terlarang ISIS
ISIS merupakan organisasi pewaris Al-Qaeda di Irak. Kelompok ini terbentuk pada 2004 oleh Abu Mush’ab Az Zarqawi, dengan nama Al-Qaeda di Irak (AQI), demikian dikutip Wilson Center.
Organisasi ini sempat menghilang saat pasukan AS menginvasi Irak pada 2007 lalu. Kemudian pada 2011, mereka muncul kembali.
Selama beberapa tahun berikutnya, mereka memanfaatkan ketidakstabilan di Irak dan Suriah untuk melakukan serangan dan memperkuat barisan.
Kelompok tersebut berganti nama menjadi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pada 2013.
ISIS melancarkan serangan ke Mosul, Irak, dan Tikrit pada Juni 2014. Kemudian pada akhir Juni, pemimpin ISIS Abu Bakr al Baghdadi mengumumkan pembentukan kekhalifahan yang membentang dari Aleppo di Suriah hingga Diyala di Irak.
Mereka kemudian berganti nama menjadi kelompok Negara Islam.
Merespons tindakan ISIS, koalisi pimpinan AS memulai serangan udara terhadap kelompok tersebut di Irak pada 7 Agustus 2014.
Beberapa bulan berikutnya, AS menyebut kampanye tersebut “Operation Inherent Resolve.”
Sejak saat itu, AS melakukan lebih dari 8.000 serangan udara di Irak dan Suriah. ISIS mengalami kerugian besar di sepanjang perbatasan Suriah dengan Turki.
Lalu pada akhir 2015, pasukan Irak berhasil merebut kembali Ramadi. Namun di Suriah, ISIS memperoleh keuntungan di dekat Aleppo, dan masih memegang teguh Raqqa dan benteng lain.
Pada 2015, ISIS berkembang menjadi jaringan afiliasi di setidaknya delapan negara lain. Cabang, pendukung, dan afiliasinya semakin sering melakukan serangan di luar perbatasan yang disebutnya kekhalifahan.
Artikel asli : cnnindonesia.com