Nurhayati, seorang Bendahara atau Kaur (Kepala Urusan) Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dijadikan tersangka kasus korupsi oleh Polres Cirebon.
Padahal, Nurhayati merupakan pelapor dari kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Citemu Tahun Anggaran 2018-2020.
Supriyadi, Kepala Desa Citemu, telah ditetapkan tersangka oleh kepolisian.
Lewat video, Nurhayati mengaku kecewa dirinya dijadikan tersangka. Padahal, dia merupakan pelapor serta telah membantu pihak kepolisian dalam penyidikan kasus tersebut hampir dua tahun.
“Di ujung akhir tahun 2021, saya ditetapkan sebagai tersangka atas dasar karena petunjuk dari Kajari (Kepala Kejaksaan Negeri) Sumber Cirebon,” ungkap Nurhayati.
Nurhayati menceritakan momen saat petugas penyidik dari kepolisian memberikan surat penetapan tersangka terhadap dirinya.
Dia mempertanyakan fungsi perlindungan aparat penegak hukum terhadap dirinya yang telah benar-benar berjuang menjadi pelapor sekaligus saksi dalam membongkar kasus korupsi kepala desanya sendiri.
Nurhayati Harusnya Terima Penghargaaan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengkritik ditersangkakannya Nurhayati.
Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengkhawatirkan, preseden buruk ini bakal menghambat upaya pemberantasan korupsi. Menurutnya, sebagai pelapor, Nurhayati semestinya diapresiasi.
“Kasus ini membuat para pihak yang mengetahui tindak pidana korupsi tidak akan berani melapor, karena takut akan ditersangkakan seperti Nurhayati,” ujar Maneger dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (21/2/2022).
Ia juga menilai, status tersangka yang disematkan kepada pelapor kasus korupsi “mencederai akal sehat, keadilan hukum dan keadilan publik”.
Padahal, posisi hukum Nurhayati selaku pelapor dugaan korupsi dijamin oleh Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik.
Lebih jauh, negara bahkan memungkinkan warga yang memberi informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi memperoleh penghargaan, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018.
“Dengan PP Nomor 43 Tahun 2018 tersebut, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta,” kata Maneger.
“Jika ada tuntutan hukum terhadap pelapor atas laporannya tersebut, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap,” lanjutnya, mengutip Pasal 10 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014.
Penjelasan kejaksaan