Kisah Penjaga Makam: Menjawab Apa Saja yang Terjadi di Kuburan

  • Share

“Iya kalau masih ada tempat, kalau nggak ada, apa boleh buat, jauh (dengan makam keluarga lain) juga nggak apa-apa.”

“Sebenarnya saya udah ngasih masukan, walaupun jarak makam berjauhan, itu pasti ketemu (di alam sana).”

Memaknai pekerjaan

Prinsip bekerja di pemakaman bagi Gunan adalah melayani sesama manusia. Melayani berarti mengedepankan keikhlasan, kejujuran, dan penuh tanggungjawab.

“Alhamdulillah yang saya alami nggak ada gendala apapun saya di situ. Nggak ada hambatan dalam arti ‘ah males ah, nggak diperhatiin sama warga,’ nggak ada perasaan seperti itu.”

Melayani di tempat pemakaman tidak boleh dilatari faktor ekonomi semata. Gunan meyakini kalau yang memotivasi kerja di tempat pemakaman hanya untuk mencari uang, dijamin tidak akan betah.

Ketika menceritakan hal itu, dia teringat pengalaman seorang teman yang akhirnya tidak kuat bekerja di tempat pemakaman.

“Sebelumnya saya selalu nasihatin dia, kalau kerja kayak gini kalau difaktorin sama ekonomi jangan coba-coba ke sini. Karena jadi ada penyesalan kalau nggak dibarengi dengan keikhlasan. Kalau kerja begini kita anggap sebagai ibadah.”

Gunan percaya dengan bekerja ikhlas dan sungguh-sungguh, rezeki dari Sang Khalik akan turut menyertai.

Anggaran untuk mengurus makam sampai honor bulanan untuk pengurus makam berasal dari beberapa sumber, di antaranya dari dana Dewan Kesejahteraan Masjid dan sumbangan dari para ketua rukun tetangga serta rukun warga.

Honor Gunan setiap bulan sekarang rata-rata Rp1 juta.

Gunan tidak pernah mempersoalkan besaran honor yang diterima. Bagi dia, semua yang diperolehnya adalah berkat yang harus diterima dengan ikhlas dan dia percaya Yang Maha Kuasa tak kurang cara untuk memperlancar rezeki manusia.

“Alhamdulillah saya dikasih jalan dengan usaha seperti ini (dagang dimsum), mungkin itulah keberkahannya. Walaupun di situ (jaga makam) mungkin sedikit (penghasilan), tetep saya jalani, saya nggak mau membebani masyarakat bahwa saya harus digaji sekian baru mau ngurusin makam. Itu mah terserah inisiatif warga Bojongkulur aja. Seandainya ada lebihnya mungkin ya rezeki saya.”

Yang paling disyukuri Gunan lagi, orang-orang tercinta di rumah mendukung tugas-tugasnya dalam menjaga Blok Lingkung dan mereka tidak pernah mengeluhkan besaran penghasilan dari sana.

Kriminalitas di pemakaman

Sebelum menjumpai Gunan di Superindo, siang hari itu saya terlebih dahulu masuk area pemakaman melalui gerbang utama yang terletak di antara pasar dan musala. Saya bermaksud menemui penjaga makam di sana, sayangnya semua sedang tidak berada di tempat, sampai akhirnya petugas kebersihan Pasar Desa Bojongkulur memberikan petunjuk bagaimana menemui Gunan.

Setelah melewati jalan menanjak nampaklah ribukan nisan, baik yang masih baru maupun yang sudah lama, di atas lahan yang menurut Gunan luasnya sekitar dua hektare.

Posisi tempat pemakaman umum yang lebih tinggi selalu menyelamatkannya dari luapan Sungai Cileungsi jika musim penghujan tiba. Banjir biasanya hanya sampai depan gerbang makam dan menggenangi pasar serta pemukiman di sekitarnya.

Di bagian tengah pemakaman terdapat bangunan serbaguna berukuran kecil bertuliskan Pondok Pusara. Di dekatnya terdapat kotak kaca untuk menampung infaq, sama seperti yang ditempatkan di dekat gerbang.

Tempat pemakaman umum Desa Bojongkulur [Suara.com/Siswanto
Tempat pemakaman umum Desa Bojongkulur [Suara.com/Siswanto

Bangunan ini difungsikan untuk tempat ibadah sekaligus gudang penyimpanan berbagai peralatan penunjang proses pemakaman jenazah, di antaranya tiga keranda yang teruat dari besi yang terlihat paling mencolok.

Sebelum pelaksanaan pemilihan kepala desa Bojongkulur tahun 2020 lalu, gudang tersebut pernah menjadi sasaran pencurian. Tiga unit mesin pemotong rumput raib.

Sebelum itu, pencuri berusaha menggasak mesin pompa air, tetapi gagal.

Kejadian tak diinginkan tersebut sekaligus memberikan jawaban atas pertanyaan apakah peran penjaga makam sebenarnya dibutuhkan.

Munculnya kriminalitas yang menyasar tempat pemakaman, membuat Gunan tak habis pikir. Sejahat-jahatnya pencuri mestinya tak perlu mengincar alat-alat kerja di pemakaman yang notabene untuk kepentingan umum.

“Kebangetan amat. Namanya buat ngurusin pemakaman umum gitu kan. Nggak ada takut-takutnya. Istilahnya lagi nggak ngehargai sama sekali.”

Semenjak kecolongan, mesin pemotong rumput tak lagi disimpan di dalam gudang tempat pemakaman, melainkan dibawa pulang ke rumah setiap kali selesai dipakai. Gunan juga melipatgandakan gembok gudang.

Nilai kebersamaan

Menjadi penjaga makam punya pengalaman maupun perspektif yang mungkin jarang dimiliki masyarakat yang bekerja di sektor lainnya.

Dan setiap penjaga kuburan, merasakan pengalaman yang berbeda-beda.

Dari pengalaman yang dirasakan Gunan, terkadang proses penguburan jenazah bisa berlangsung tanpa sedikitpun gangguan, tetapi terkadang muncul kejadian di luar dugaan, padahal semua proses telah diikuti.

“Kadang mudah atau nggak ada gangguan apa-apa, mulus pemakamannya. Kadang-kadang semua sudah siap, tiba-tiba gembur lahannya sehingga mesti angkat lagi jenazahnya.”

Ketika mulai menggali liang lahat, baru kedalaman beberapa sentimeter, keluar banyak air tanah gembur dan akibatnya memperlambat proses pemakaman.

Gunan tetap berpikir rasional dalam memahami kejadian-kejadian seperti itu.

Dia meyakini tanah terkadang berubah menjadi gembur atau muncul air saat proses penggalian akibat faktor alam, mengingat riwayat tanah makam Blok Lingkung dulunya persawahan.

Akan tetapi terkadang dalam proses penguburan jenazah muncul kejadian yang sulit bagi Gunan untuk memahaminya dengan akal sehat.

Suatu hari ketika sedang proses penguburan, setelah meletakkan jenazah di dasar liang lahat, tahapan berikutnya membuka tali kain kafan yang membungkus jenazah, kemudian memiringkan jenazah untuk memberinya kesempatan mencium bumi sebanyak tiga kali.

“Terus terang saja saya juga nggak mau ngaku paling bener apa gimana. Kadang(jenazah) susah digalar gilirnya. Kadang yang mudah ya mudah banget.”

“Kadang-kadang kita udah bener-bener nggali lahan, tapi kadang-kadang tanah agak susah dimasukin jenazah, nyempit gitu. Mungkin tergantung kelakuan semasa hidupnya dia.”

Di tengah perkembangan zaman yang cenderung membuat masyarakat semakin individual, Gunan bersyukur sebagian besar penduduk Desa Bojongkulur tetap menjaga budaya gotong royong dan bahkan semakin guyup rukun.

Ketika ada warga yang meninggal dunia, warga sekitarnya secara sukarela datang memberikan bantuan untuk meringankan beban keluarga sekaligus menguatkan mereka.

“Nggak selalu mengandalkan,” kata dia.

Budaya gotong royong yang masih dipegang mayoritas penduduk Desa Bojongkulur pernah dipuji Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar ketika mengunjungi desa ini dalam rangka program dana desa pada Rabu, 4 Desember 2019.

Abdul Halim bahkan menyebutnya sebagai salah satu desa di Indonesia yang mendekati “desa surga.”

“Desa ini bagus, banyak hal yang bisa kita lihat pertama dari sisi pelayanan masyarakatnya, pemerintahnya, warga desanya semua guyub. Desa milik kita harus dikelola dengan baik dan saya berharap desa ini menjadi embrio dari desa surga, yaitu desa yang semuanya untuk warga. Desa surga adalah desa yang warganya nyaman dengan tempat itu sehingga tidak berpikiran pindah kemana-mana dan rasa kepemilikan terhadap desa bagus,” kata Abdul Halim (Tempo.co, Kamis, 5 Desember 2019 10:47 WIB).

Gunan berharap budaya tolong menolong sesama warga selalu terjaga, walaupun zaman terus berubah.

Gunan akan tetap membaktikan diri untuk membantu penduduk Desa Bojongkulur melalui pelayanan di pemakaman Blok Lingkung.

Memaknai kehilangan

Sudah menjadi pemandangan rutin bagi pekerja-pekerja makam seperti Gunan melihat anggota keluarga almarhum dilingkupi duka cita.

Bahkan, terkadang dia menyaksikan anggota keluarga sampai pingsan di pemakaman ketika melihat jenazah untuk terakhir kalinya sebelum liang kubur ditutup dengan tanah.

“Seolah-olah dia nggak nerima gitu ya. Saya memberi nasihat saja, udah sekarang udah nggak ditangisin, doain aja almarhum supaya istilahnya dilapangkan dalam kubur, diterima iman Islamnya sehingga dia senang di alam kubur. Kalau ditangisin begini nggak ada artinya, saya bilang begitu.”

Tempat pemakaman umum Desa Bojongkulur [Suara.com/Siswanto]
Tempat pemakaman umum Desa Bojongkulur [Suara.com/Siswanto]

Menurut Gunan, lahir, hidup, dan mati merupakan suatu proses.

Saya tanyakan juga kepada Gunan, misalnya nanti mendapat giliran menghadap kepada-Nya, siapa yang akan menjadi penerus penjaga makam.

Gunan menyerahkan urusan penerus kepada ketua pengurus. Bagi dia yang penting sekarang mumpung masih diberikan kesehatan, akan memberikan pelayanan sebaik-baiknya.

Demikianlah kisah seorang Gunan yang merasa terpanggil menjadi pelayan tempat makam.

Artikel asli : suara.com

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *