Ledakan dahsyat mengguncang ibu kota Lebanon, Beirut, hari Selasa (04/08), menyebabkan paling tidak 78 orang meninggal dan lebih dari 4.000 lainnya luka-luka.
Juru bicara kementerian luar negeri Teuku Faizasyah mengatakan ada satu orang warga negara Indonesia yang luka namun kondisi sudah stabil.
“Ada satu WNI yang mengalami luka-luka (inisial NNE). Staf KBRI sudah berkomunikasi melalui video call dengan yang bersangkutan. Kondisinya stabil, bisa bicara dan berjalan. Yang bersangkutan sudah diobati oleh dokter rumah sakit dan sudah kembali ke apartmennya di Beirut,” kata Faizasyah.
Korban luka dari Indonesia adalah pekerja migran, tambahnya.
Di Lebanon, terdapat total 1.447 WNI, 213 di antaranya masyarakat dan keluarga besar KBRI) dan 1,234 TNI anggota kontingen Garuda.
Sementara itu, Hamzah Assuudy Lubis selaku Presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia di Lebanon, mengatakan kepada BBC Indonesia bahwa “ledakan awalnya kami rasakan seperti gempa kurang lebih 10 detik”.
Dia dan beberapa teman sesama mahasiswa tinggal di daerah Barbir, Beirut, yang berjarak kurang lebih empat kilometer dari lokasi kejadian.
Secara terpisah, mahasiswa Indonesia lain bernama Fitrah Alif melalui akun Twitternya menulis, “65 mahasiswa terpantau aman lagi pada rebahan di kasur asrama masing-masing.”
“Saya lagi di asrama di kota Tripoli, sekitar 80 kilometer dari Beirut dan tidak terasa guncangan, namun teman yang tinggalnya 8 km dari titik ledak, dia merasa seperti gempa, terasa getarannya,” kata Fitrah kepada BBC Indonesia.
Sore ini terjadi sebuah ledakan besar di kota Beirut, belum ada keterangan resmi dari otoritas setempat. Di Lebanon terdapat Diaspora Indonesia yang meliputi; Pegawai KBRI, Mahasiswa/i, TNI-Unifil, TKI, dan WNI yang menikah dengan warga setempat. Dan kami bagian dari mahasiswa. pic.twitter.com/5q4ZfVROAx
— Fitrah Alif (@alif_robinson) August 4, 2020
Tersimpan di gudang 2,750 ton amonium nitrat
Para pejabat menuding adanya bahan peledak yang disimpan di gudang selama enam tahun.
Perdana Menteri Hassan Diab mengatakan adanya 2.750 ton amonium nitrat – bahan untuk pupuk dan peledak – disimpan di gudang “tidak dapat diterima.”
“Saya tidak akan diam sampai kita menemukan orang yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi, sehingga kita dapat meminta pertanggung jawaban dan menerapkan hukuman paling berat,” kata perdana menteri dalam akun Twitter resminya.
“Tidak dapat diterima ada 2.750 amonium nitrat disimpan di gudang selama enam tahun, tanpa adanya langkah pengamanan sehingga membahayakan keselamatan warga.”
Rumah sakit rumah sakit dilaporkan kewalahan dan banyak gedung yang hancur.
Seorang petugas medis mengatakan sebanyak 200 hingga 300 orang telah dilarikan ke unit gawat darurat di sebuah rumah sakit.
“Saya tidak pernah yang seperti ini. Mengerikan,” kata petugas bernama Rouba, kepada kantor berita Reuters.
Wartawan BBC di Beirut, Sunniva Rose mengatakan seluruh kota tampak menghitam.
“Mengendarai menyusuri Beirut menjelang malam, benar-benar berantakan. Jalan-jalan penuh dengan kaca, sulit untuk ambulans lewat, banyak batu-batu, bongkahan semen, rumah-rumah ambruk,” kata Rose.
“Asap masih mengepul saat malam. Seluruh kota gelap, sulit untuk berjalan, orang-orang berlumur darah. Saya melihat nenek berusia 86 tahun dirawat dokter yang berlari keluar dari rumahnya dengan perlengkapan bantuan pertama,” tambahnya.
“Flat saya juga rusak. Kaca berserak. Kerusakan begitu dasyat. Bahkan satu mal yang berjarak dua kilometer dari tempat ledakan, seluruh bagian depan hancur. Kerusakan bukan hanya di pelabuhan, seluruh Beirut terhantam,” katanya lagi.
Staf kedutaan Jerman di Beirut termasuk korban luka dalam ledakan, kata kementerian luar negeri Jerman.
“Kami terkejut melihat foto dari Beirut. Kolega di kedutaan kami termasuk korban luka,” kata kedutaan dalam pesan di Twitter.
Video dari lokasi kejadian memperlihatkan asap tebal membumbung ke angkasa setelah ledakan pertama.
Kemudian terjadi ledakan kedua yang jauh lebih besar yang tampaknya menghancurkan beberapa bangunan di sekitarnya.
Salah seorang saksi mata kepada BBC mengatakan ledakannya begitu besar hingga mengira ia akan tewas. Ledakannya sangat memekakkan telinga, katanya.
‘Seperti gempa‘
Hamzah Assuudy Lubis, Presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia di Lebanon, menuturkan kepada BBC Indonesia
Saat ledakan terjadi, saya dan teman teman sedang berada di rumah mahasiswa yang berjarak kurang lebih empat kilometer dari lokasi kejadian, yaitu Pelabuhan Beirut.
Suasana disini sangat mencekam, ambulans mondar mandir, masyarakat panik mencari perlindungan, dan takut akan adanya ledakan susulan.
Ledakan awalnya kami rasakan seperti gempa kurang lebih 10 detik. Kami tinggal di salah satu apartemen di daerah Barbir, Beirut, yang berjarak kurang lebih 4 km dari lokasi kejadian.
Setelah merasakan goncangan, kami turun lewat tangga agar tidak terkena reruntuhan.
Sesampainya di bawah, kami melihat keadaan sudah mencekam. Salah satu orang lokal bilang kepada kami agar naik kembali ke apartemen agar tidak terkena ledakan susulan.
Kondisi apartemen sendiri beberapa kaca pecah dan dinding retak.
Hadi Nasrallah, penduduk Beirut
Saya melihat api, tapi saya belum tahu akan ada ledakan. Kami masuk ke dalam. Tiba-tiba saya kehilangan pendengaran karena sepertinya saya terlalu dekat. Saya kehilangan pendengaran selama beberapa detik, saya tahu ada sesuatu yang salah.
Dan tiba-tiba kaca mobil pecah begitu saja, kaca mobil-mobil di sekeliling kami, toko-toko, gedung-gedung. Kaca-kaca berjatuhan dari semua gedung.
Di seluruh Beirut, semua orang menghubungi satu sama lain dari wilayah yang terpaut beberapa kilometer dan mereka merasakan hal yang sama, kaca pecah, bangunan bergetar, dan ledakan keras.
Sebenarnya kami terkejut karena biasanya ketika ledakan terjadi, hanya satu area yang mengalami kejadian seperti itu. Namun kali ini semua Beirut, bahkan wilayah-wilayah di luar Beirut.
Sunniva Rose, wartawan
“Mengemudi ke Beirut pada awal malam, ketika masih ada cahaya, benar-benar kacau. Jalan-jalan tertutup oleh kaca. Sulit bagi ambulans-ambulans untuk melaju – ada batu bata, onggokan semen. Rumah-rumah ambruk.
“Ketika saya sampai di pelabuhan, tempat itu ditutup oleh tentara. Tentara meminta kami menjauh kalau-kalau ada ledakan kedua.
“Masih ada kepulan asap di langit sampai larut malam. Seluruh kota hitam kelam. Sangat sulit berjalan, orang-orang bersimbah darah. Saya melihat seorang perempuan berusia 86 tahun ditangani dokter yang baru keluar rumah membawa peralatan P3K. Mobil-mobil ringsek akibat batu-batu. Rumah-rumah bergaya kuno dengan potongan batu-batu besar ambruk ke jalan.
“Di flat saya keadaannya kacau sekali, semua kaca pecah. Skala dari kerusakan ini esktrem. Bahkan mal yang berjarak dua kilometer, seluruh bagian depan gedung hancur.”
Media setempat mengatakan orang-orang terjebak di bawah reruntuhan.
Diperlihatkan pula mobil-mobil dan bangunan di sekitarnya yang rusak parah.
Hari berkabung nasional, dan kondisi darurat dua minggu
Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab mengumumkan Rabu (05/08) sebagai hari berkabung nasional.
Para pejabat mengatakan korban luka-luka “akan sangat tinggi jumlahnya.”
Pertemuan Dewan Pertahanan Nasional yang dipimpin Presiden Michael Aoun merekomendasikan pemerintah menetapkan “kondisi darurat dua minggu” di ibu kota Beirut dalam pertemuan kabinet Rabu (05/08).
Gerakan Hezbollah Lebanon menyerukan kesatuan nasional menyusul ledakan yang disebut “tragedi besar nasional.”
“Tragedi dan kerusakan yang belum pernah kita saksikan sebelumnya…memerlukan solidaritas dan kesatuan dari seluruh rakyat Lebanon, berbagai pelaku politik,” kata Hezbollah dalam satu pernyataan.
Kepala rumah sakit Universitas di Beirut, Dr Firass Abiad, mengatakan kepada BBC, sebagian besar korban luka karena pecahan kaca.
“Ruang gawat darurat sedikit kacau. Kami banyak menerima korban luka, sebagian besar korban luka akibat pecahan kaca yang terjadi akibat ledakan,” kata Dr Abiad.
Media lokal menerbitkan seruan donasi darah yang diminta berbagai rumah sakit yang kewalahan merawat korban.
Artikel Asli : bbc.com