Media Malaysia Sebut Drone CH-4 Rainbow Seperti Milik Indonesia Barang Murah Tak Berkualitas

  • Share

Indonesia memang memiliki drone serang CH 4 Rainbow buatan China.

Indonesia memang membutuhkan drone CH 4 Rainbow sebagai sarana pengintaian maupun close air support terbatas.

Langkah Indonesia membeli drone CH 4 Rainbow tepat.

Sebab di masa depan pertempuran akan ditentukan oleh penggunaan drone.

Tanpa drone sebuah negara akan kesulitan melakukan pengintaian hingga misi pengumpulan data intelijen.

Kemudian penggunaan drone juga menghemat anggaran militer.

Biaya operasional drone lebih murah dibanding menerbangkan jet tempur.

Operator bisa bergantian dengan sistem shifting saat itu juga yang tak mungkin dilakukan pilot jet tempur kala melakukan patroli maupun operasi militer.

Satu hal lagi dimana drone tak akan menghilangkan nyawa pilotnya jika tertembak jatuh dimana operator berada di garis belakang pertempuran.

Sehingga masuk akal bila semua negara saat ini mengoperasikan drone serang maupun intai.

Dikutip dari Xinhua, CH 4 Rainbow sendiri merupakan drone jenis MALE (Medium Altitude Long Endurance).

Sekali terbang, CH 4 mampu beroperasi selama 30 jam lebih tanpa perlu isi ulang bahan bakar.

Ia mampu menempuh jarak 1.000 km jauhnya untuk melaksanakan misi tempur atau patroli.

Punya panjang 9 meter dn rentang sayap 18 meter, CH 4 Rainbow amat cocok digunakan untuk patroli, pengintaian sekaligus penindakan.

Karena tugasnya sebagai drone serang, tak pelak CH 4 dibekali dengan kemampuan memuat berbagai rudal dan bom.

Ia mampu memuat sekitar 349 kg bom segala jenis baik yang berpemandu maupun bom bodoh.

Senjata paling berbahaya dari CH 4 Rainbow ialah rudal udara ke darat AR-2.

Rudal buatan China Academy of Aerospace Aerodynamics itu mampu melalap kendaraan lapis baja musuh sekelas Main Battle Tank (MBT).

Membawa hulu ledak seberat 5 kg, AR-2 mampu melesat secepat 735 km per jam dengan jangkauan tembak sejauh 8 km.

Kemudian ada AR-1 yang merupakan ‘kakak’ dari AR-2 dengan fungsi hampir sama.

Selain drone CH 4, Indonesia juga memiliki drone buatan dalam negeri bernama Elang Hitam.

Elang Hitam merupakan drone kembaran dari ANKA Turki.

Pasalnya Turki mengembangkan drone bersama Indonesia.

Kedua negara sepakat mengembangkan sebuah pesawat udara nir awak kelas MALE (Medium Altitude Long Endurance).

Bahkan Turki meminjam terowongan angin ILST (Indonesian Low Speed Tunnel) untuk menguji aerodinamis UAV ANKA.

“Kerjasasama antara BBTA3 (Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika) BPPT dan Turkish Aerospace telah dimulai sejak 2008 ketika kampanye pertama pengujian terowongan angin dilakukan di ILST (Indonesian Low Speed Tunnel) untuk ANKA, sebuah pesawat udara nir awak kelas MALE (Medium Altitude Long Endurance) milik Turkish Aerospace.

Kampanye pengujian terowongan angin pertama dilakukan terhadap model ANKA dengan konfigurasi penuh (full configuration) dan model sayap 2D.

Kampanye pengujian ini diarahkan untuk memperoleh karateristik aerodinamik dari varian pertama.

Kampanye pengujian ini dilakukan selama delapan bulan sejak Maret hingga November 2008.

Data yang terkumpul sangat banyak selama pengujian ini memegang peranan yang sangat penting baik bagi pengembangan perangkat lunak untuk sistem kendali autopilot, maupun untuk memverifikasi kinerja terbang sebelum terbang perdana,” jelas bppt.go.id pada 19 Oktober 2018 lalu.

Berkat terowongan angin Indonesia, ANKA berhasil jadi UAV andalan Turki, jadi tonggak penting pengembangan drone lain macam Bayraktar TB2 yang tersohor itu.

Vice President Turkish Aerospace untuk Corporate Marketing and Communication, Tamer Ozmen mengakui Indonesia memberi kontribusi besar atas lahirnya ANKA.

“Keempat kampanye pengujian terowongan angin ANKA di ILST telah memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan ANKA UAV System dengan performa terbang yang superior dan peningkatan fitur-fitur keselamatan,” ungkap Tamer Ozmen.

Elang Hitam termasuk drone militer garang karena ia bisa dipersenjatai layaknya CH 4 Rainbow.

“Bersama dengan Konsorsium PUNA MALE Elang Hitam, BPPT akan melanjutkan pengembangan ke tingkatan kombatan sesuai dengan arahan Presiden RI dalam menjaga teritori Indonesia di area perbatasan.

Elang Hitam dirancang untuk keperluan militer. Setelah dipersenjatai, pada tahapan selanjutnya akan diurus sertifikat tipe supaya bisa masuk ke tahapan produksi massal. Jika semua lancar, drone Elang Hitam bisa diproduksi massal tahun depan,” ujar kepala BPPT Hammam Riza dikutip dari Antara beberapa waktu lalu.

Di lini drone Indonesia disebut sedang dalam perjalanan menjadi mandiri memproduksi UAV dan UCAV, sebuah langkah yang patut diapresiasi.

Juga membeli drone dari China yang harganya terjangkau, sebuah langkah cerdas mengingat anggaran pertahanan Indonesia mepet.

Namun media Malaysia, Defence Security Asia menyebut drone CH 4 berharga murah tapi tak berkualitas.

Kritikan itu datang usai banyak insiden yang menunjukkan jika CH 4 bukan drone berkualitas.

“Drone buatan China dikatakan tersedia dengan harga yang sangat kompetitif dibandingkan dengan pesaingnya yang diproduksi oleh negara-negara Barat.

Meski dapat dibeli dengan harga bersaing, drone China disinyalir menghadapi berbagai masalah mulai dari tidak efektif di medan perang hingga sulit dirawat,” ujar Defence Security Asia pada 25 Mei 2022.

Ada benarnya juga media Malaysia bilang seperti itu lantaran Yordania yang baru membeli CH 4 dua tahun lalu mengrounded semua drone tersebut.

Yordania tak puas dengan kinerja CH 4 dan ingin menjualnya segera.

“Yordania tidak puas dengan kinerja yang ditunjukkan oleh drone yang terlibat dan ingin menghentikan penggunaannya dan menjualnya,” jelas Shepard Media.

Irak menjadi negara selanjutnya yang tak puas dengan kinerja CH 4.

Seperti diketahui jika Irak membeli 10 unit CH 4 namun hanya satu saja yang bisa dioperasikan.

Perawatan menjadi masalah Irak hanya mampu menerbangkan satu saja CH 4.

“Laporan media internasional mengklaim bahwa Irak telah membeli 10 drone tempur CH 4 dari China tetapi negara itu, salah satu produsen minyak terbesar di dunia, hanya mampu menerbangkan hanya satu dari 10 drone karena masalah perawatan yang kritis,” jelasnya.

Lantas ada insiden terbaru di Pangkalan Udara Bir Raqqa, Algeria, dimana CH 4 jatuh tanpa sebab ketika dioperasionalkan.

Masih ada lagi dimana CH 4 UEA malah jadi sasaran empuk pasukan nasional Libya karena megintai negaranya.

“Insiden terbaru di Pangkalan Udara Bir Raqqa, timur Algeria pada tahun lepas dimana sebuah dron CH-4 jatuh.

Drone buatan China juga diduga jatuh karena masalah teknis di Pakistan dan Nigeria, sedangkan drone CH-4 yang digunakan UEA di Libya juga berhasil ditembak jatuh oleh pasukan Government of National Accord (GNA),” jelas Defence Security Asia.

Insiden paling menyedihkan CH 4 Arab Saudi yang ditembak jatuh pemberontak Houthi malah menewaskan 3 warga sipil di Yaman.

“Yang terbaru adalah insiden di Sanaa, Yaman di mana, tiga orang tewas setelah “ditabrak” oleh kendaraan udara tak berawak (UAV) CH-4 buatan China milik tentara Saudi yang ditembak jatuh oleh pemberontak Houthi,” ungkapnya.

Indonesia yang mempunyai CH 4 Rainbow nampaknya aman-aman saja mengoperasikan drone ini walau diluar sana banyak insiden.*

Artikel asli : pikiran-rakyat.com

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *