Seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) tak menyangka, bahwa dirinya harus menanggung beban utang yang cukup besar.
Utang dari pinjaman ke pihak bank yang semula hanya bernilai puluhan juta, malah menjadi miliaran.
Kejadian itu dialami oleh Undang Siregar, seorang pensiunan guru di SMA Negeri 4 Medan, Sumatera Utara.
Diwartakan Tribun Medan, jaringan Serambinews.com, Rabu (17/3/2022), Undang mengatakan, saat ini dirinya menanggung utang sebesar Rp 1,2 Miliar lebih atas jaminan SK pegawainya pada Bank mandiri Taspen.
Padahal, menurut pengakuannya, ia hanya menerima Rp 70 juta.
Dijelaskan Undang, lilitan utang yang dia alami ini berawal saat dirinya ditawari pinjaman Rp 210 juta oleh pihak bank tersebut.
Dia menyebut pihak bank terus mengejarnya agar mau mengambil pinjaman hingga akhirnya terjebak.
Namun setelah menandatangi perjanjian pinjaman, jumlah uang yang diterima hanya Rp 70 juta.
“Karena sering terus ditawarin kebetulan tergiur jadi terpinjamlah dan saat itu saya meminjam 210 juta, namun baru di kasih pihak bank 70 juta tapi saya harus membayar sebesar Rp 1,2 miliar,” ucapnya seperti dilansir dari Tribun Medan, Kamis (17/3/2022).
Merasa kaget, Undang pun berusaha menemui pihak bank yang telah memberikan pinjaman dana tersebut.
Namun sayang, pihak bank disebut belum memberikan solusi yang jelas.
Padahal, kata Undang, sebelum bank memberikan pinjaman, sales kredit selalu membujuk-bujuk mereka untuk meminjam uang.
Setelah kreditur meminjam uang, malah dibebani dengan nilai pembayaran utang yang jauh dari jumlah pinjaman.
“Kami diancam-ancam juga. Ada nomor tidak dikenal menghubungi,” kata Undang.
Kasus ini pun dilaporkan ke Polda Sumut yang tertuang dalam laporan polisi STTLP/B/436/III/2022/SPKT/Polda Sumatera Utara tertanggal 7 Maret 2022.
Laporan itu diajukan oleh Undang, bersama puluhan pensiunan guru dan PNS setempat yang merasa ditipu oleh pihak bank.
Sementara itu, Firdaus Tarigan kuasa hukum para pensiunan PNS yang terjebak utang besar dengan pihak bank bersangkutan menyebutkan, pihak bank Mandiri Taspen Cabang Medan diduga telah merekayasa data dan menjebak para pensiunan.
Dia mencontohkan kasus pinjaman Indang yang meminjam Rp 200 juta dan diberi Rp 70 juta namun utangnya malah jadi 1,2 Miliar.
Saat dilihat di rekening koran ternyata tertera pinjaman uang hingga beberapa kali yang tidak dilakukan sama sekali oleh yang bersangkutan.
“Bahkan disitu tertera kalau pinjaman disetujui oleh istri korban.Terus saya lihat ada pinjaman lagi, pinjaman lagi.
Tentunya ini ada indikasi pemalsuan, penipuan, penggelapan dan kejahatan perbankan,” kata kuasa hukum korban Firdaus Tarigan, Rabu (16/3/2022).
Dia menduga pihak bank tersebut sengaja menipu para pensiunan.
Hal itu dilihat dari jadwal pemotongan yang tidak diketahui kapan berakhir hingga mengakibatkan pensiunan tak lagi menerima gaji akibat habis dipangkas utang.
“Pemotongan tidak pernah diperhitungkan sehingga tidak tau kapan ini berakhir pinjaman tersebut,” ucapnya.
Ada korban lainnya
Rupanya, bukan hanya Undang saja yang mengalami kejadian tersebut.
Sejumlah pensiunan guru dan PNS lain di wilayah setempat juga dilaporkan terjebak utang yang tak masuk akal dengan pihak bank tersebut.
Yuzrizal, karyawan Dinas Pendidikan Sumut yang juga karyawan RRI Medan juga menyampaikan hal senada dengan Undang.
Menurutnya, gegara minjam uang di bank bersangkutan, gaji dari hasil bekerjanya pun tak cukup untuk menutupi utang.
“Sampai saat ini saya tidak punya gaji lagi karena tingginya tagihan utang itu. Padahal saya hanya menerima seperempat dari nominal utang yang mau saya pinjam,” ucapnya.
Sementara itu, Jumiati, guru SD Negeri 101765 Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deliserdang justru merasa curiga dengan pihak bank bersangkutan.
Pasalnya, saat dia hendak membayar utang, pihak bank itu malah menolak.
“Seharusnya orang bank senang mau dilunasi. Ini kok malah pihak bank tidak menerima, jadi maksud mereka biar tagihannya semakin tinggi begitu? Karena ini saja sudah mencapai miliaran, apalagi sampai lima tahun kedepan,” kesalnya.
Sementara itu, saat dihubungi oleh Tribun Medan terkait kasus ini, salah seorang pegawai bank yang disebut menanggungjawabi pinjaman para nasabah tersebut tidak memberi respon.
Begitu juga saat dilayangkan pesan via WhatsApp, pegawai itu tidak memberikan jawaban.
Sudah dua kali dilaporkan
Kasus yang dialami sejumlah pensiunan guru ini ternyata sudah dua kali dilaporkan ke Polda Sumut.
Laporan pertama dibuat oleh Undang Siregar pada Juni 2021 lalu.
Kemudian pada 7 Maret 2022 lalu, pelapor atas nama Ammah mengadukan kembali kasus ini dengan bukti lapor STTLP/B/436/III/2022/SPKT/Polda Sumatera Utara.
Sayangnya, laporan para korban ini belum ditindaklanjuti Polda Sumut.
Firdaus selaku kuasa hukum para korban pun menduga, bahwa Polda Sumut tak serius menangani kasus ini.
“Karena ada dua laporan ini, kalau Polda Sumut profesional, terbuka, LP nya itu dibuka. Laporan sudah 6 bulan. Kalau menurut kami sudah seharusnya dikirim berkas kami ke kejaksaan,” ujar Firdaus.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi mengatakan pihaknya masih mendalami kasus tersebut.
Dia menyebut polisi segera memanggil kedua belah pihak.
“Polda akan mendalami dan menyelidiki dan tentu akan mengundang klarifikasi pihak-pihak terkait. Nanti penyidik yang akan menentukan,” jelasnya.
Selain melaporkan kasus ini ke Polda Sumut, diwartakan pula bahwa para korban telah menyurati pihak Bank Mandiri dan Bank Indonesia terkait dugaan penipuan yang mereka alami.
Mereka meminta bank yang membawa nama bank milik Negara ini diperiksa kebenarannya apa memang bekerjasama dengan Bank Mandiri atau hanya berbadan hukum koperasi.
Artikel asli : tribunnews.com