Video yang kini viral tersebut telah memicu kemarahan dan seruan untuk mengakhiri kebrutalan polisi di Filipina.
#StopTheKillings, #JusticeforSonyaGregorio, MY FATHER IS A POLICEMAN, dan #PulisAngTerorista menjadi trending topic teratas Twitter Filipina pada Senin, 21 Desember 2020.
Melansir dari Rappler, seruan untuk keadilan digaungkan oleh warganet negara itu, bahkan juga dari warganet di luar Filipina.
Dalam kejahatan terbaru ini yang dilakukan oleh oknum petugas polisi, warga yang marah kembali mempertanyakan mandat polisi untuk melindungi masyarakat dari kejahatan.
“Siapa yang Anda hubungi saat polisi membunuh?” tanya warganet Filipina.
Banyak yang menghubungkan kejahatan tersebut dengan iklim ketakutan dan impunitas di bawah “pemerintahan yang berlumuran darah,” menyalahkan Presiden Rodrigo Duterte sendiri.
Tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan pembunuhan memburu rezim Duterte, dan polisi berada di garis depan dalam perang berdarah melawan narkoba.
Sementara itu, juru bicara Kepresidenan, Harry Roque yakin Nuezca tidak akan lolos kali ini karena bukti kuat seperti yang terlihat di video.
Presiden Rodrigo Duterte yang selalu bersumpah akan mendukung polisi, tidak akan melindungi Nuezca karena kejahatan itu dilakukan saat dia tidak bertugas.
“Polisi itu tidak dapat mendapat pembelaan apa pun yang terkait dengan pekerjaannya. Ini akan diperlakukan, diadili, diselidiki seperti kasus pembunuhan biasa,” katanya.
“Keadilan akan dijalankan karena kami melihat buktinya. Presiden tidak akan melindunginya,” sambungnya.
Menteri Dalam Negeri Filipina, Eduardo Ano pun mengutuk insiden itu.
Ia mengatakan insiden itu adalah kejahatan “terisolasi” yang tidak boleh digunakan untuk mendefinisikan keseluruh pasukan polisi.
“Ini adalah insiden yang tidak menguntungkan tetapi terisolasi. Dosa Nuezca bukanlah dosa seluruh Kepolisian Nasional Filipina,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Wakil Pemimpin Minoritas DPR dari Bayan Muna, Carlos Zarate membantah pernyataan Ano.
Ia mengatakan budaya bunuh membunuh dari pemerintahan Duterte di polisi dan militer memungkinkan keadaan impunitas yang memburuk di negara itu.
Dia menyebutkan kematian pensiunan tentara Winston Ragos yang ditembak di sebuah pos pemeriksaan, pemenggalan seorang pria di Baguio yang melibatkan dua petugas polisi
Dan pembunuhan dua orang tua konsultan Front Demokratik Nasional Filipina selama penggerebekan, adalah contoh budaya bunuh membunuh dari pemerintah.
Pemerintahan Duterte telah dikritik karena pembunuhan di luar hukum, pelanggaran hak asasi manusia, dan meningkatnya iklim impunitas sejak Duterte menjabat Presiden pada Juli 2016.
Dalam perang melawan narkoba saja, data menunjukkan 5.903 orang telah tewas dalam operasi anti-narkoba.
Tetapi kelompok hak asasi manusia lokal dan internasional menuduh ribuan lainnya mungkin telah tewas dalam pembunuhan di luar hukum di bawah pemerintahan Duterte.
Artikel asli : tribunnews.com