Pernikahan anak usia di bawah umur kembali terjadi di Kabupaten Lombok Tengah (Loteng), tepatnya di Dusun Tener, Desa Sukadana, Kecamatan Pujut.
Pengantin wanita berinisial BA (16) masih berstatus pelajar Tsanawiyah (setara SMP), dan pihak pria berinisial MD (16) berstatus siswa Aliyah (setara SMA).
Pernikahan itu terjadi lantaran BA takut dimarahi orang tuanya ketika menginal di rumah temannya, hingga akhirnya menghubungi MD untuk dinikahi.
Prosesi pernikahan pasangan di bawah umur itu berlangsung pada Selasa (5/1) kemarin.
Ihwal kejadian itu bermula ketika BA yang pergi menginap ke rumah temannya, mengaku tidak mau pulang karena takut dimarahi.
Orang tua BA menganggap anaknya pergi jalan-jalan bersama pacarnya, padahal tidak
Menurut BA, orang tuanya mengancam akan mengambil hp dan memberhentikan sekolah ketika dirinya pulang nanti.
Merasa takut, BA pun memutuskan untuk menelepon sang pacar (MD) dengan tujuan untuk mengajaknya menikah.
“Saya mau ke rumah teman, tapi dikira pergi ketemuan (pacar). Sampai menginap di rumah teman di Kuta dan saya tidak pernah pulang tapi ditelepon. Ibu saya menelepon mau menyita handpone saya dan akan diberhentikan sekolah,” ungkapnya saat ditemui wartawan, Kamis (6/1).
Meski demikian, pernikahan mereka tetap direstui oleh orang tua mereka.
“Saya tidak tahu ceritanya, tiba-tiba mereka datang. Saya tanya, katanya mereka mau menikah. Saya tanya tidak terjadi apa-apa? mereka jawab tidak, karena sama-sama ingin menikah,” timpal kakek MD Tombok.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB (DP3AP2KB) Lombok Tengah Mulardi Yunus menegaskan, proses pernikahan tersebut dilakukan langsung oleh tokoh agama (Toga) dan disaksikan masyarakat setempat.
Di mana, kata Mulardi, pasangan di bawah umur itu sudah cukup lama menjalin hubungan. Setelah awalnya mereka bertemu di Pantai Kuta.
“Dari sana kemudian tumbuh benih-benih cinta di antara mereka. Kemudian mereka memilih menikah, meski masih duduk di bangku sekolah. Jadi status mereka masih pelajar,” lanjutnya.
Ia menegaskan, bahwa pihak kedua keluarga sempat melakukan komunikasi untuk melakukan penundaan pernikahan.
“Namun karena cinta, mereka tetap melangsungkan pernikahan. Pernikahan ini juga dipicu akibat perceraian orang tua dan faktor ekonomi. Perempuan ini tinggal sama neneknya,” terangnya.
Untuk itu, pihaknya sangat menyarankan kepada kedua mempelai untuk tetap melanjutkan pendidikan atau sekolahnya.
Sedangkan Kepala Desa (Kades) Sukadana M. Syukur mengatakan jika kasus pernikahan dini tersebut, sama sekali tidak ia ketahui.
“Makanya untuk kasus ini kami menyerahkan sepenuhnya ke Pemerintah Daerah (Pemda),” katanya.
Terkait persoalan ini tak berulang lagi, pihaknya akan melakukan pertemuan di tingkat desa untuk melakukan pembahasan lebih lanjut. Tentunya dengan melibatkan tokoh adat, dan semua perangkat desa.
Artikel asli : jpnn.com
Response (1)