Warga Kampung Jalawastu menggunakan piring enamel atau daun atau berbahan plastik. Sebab, semua bahan dari kaca dan keramik diharamkan di kampung ini.
“Ditilik dari sejarahnya, upacara Ngasa berasal dari budaya nenek moyang mereka yang beragama Hindu. Ini bisa dilihat dari pakaian adat peserta upacara serta bacaan puji pujian yang diperuntukkan bagi dewa dewa. Tradisi Ngasa berarti pula perwujudan syukur kepada batara windu buana yang merupakan pencipta alam,” urai Wijanarto.
Wijanarto menyebut kampung ini sudah ada sejak zaman Hindu-Buddha yang menganut agama Sunda Wiwitan. Hal ini terlihat dari kemiripan dengan budaya dengan suku Baduy.
Seiring berjalannya waktu, warga Kampung Jalawastu banyak yang menganut Islam. Ajaran Islam ini dibawa oleh Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga.
“Islam masuk melalui Sunan Kalijaga dan Gunung Jati pada abad 15 sampai 16. Ini berdasarkan sejarah pitutur yang berkembang di masyarakat,” terangnya.
![]() Tradisi Perang Centong di Kampung Jalawastu di Brebes yang masih teguh jaga tradisi. Tak ada rumah berbahan semen atau keramik di kampung ini Foto: Imam Suripto/detikcom
|
Akulturasi Islam dengan budaya nenek moyang di Kampung Jalawastu terlihat dalam tradisi Perang Centong atau Perang dengan sendok nasi berbahan kayu. Perang ini menggambarkan dua jawara setempat yang menginginkan adanya perubahan adat istiadat dan pihak yang tetap ingin mempertahankan budaya setempat.
“Perang centong ini simbol perang antara Gandasari dan Gandawangi atau keyakinan lama dan baru. Dalam perang ini keyakinan baru menang, tapi tetap menjunjung keyakinan lama. Ini menggambarkan kondisi di kampung adat Jalawastu di mana ada akulturasi antara Islam dan Hindu dan Buddha,” sambung Wijanarto.
Keyakinan tersebut menggambarkan Batara Windubuana merupakan yang mencipta alam semesta yang dibantu oleh orang sakti Gurian Panutus. Ajarannya adalah kasih sayang kepada makhluk hidup baik manusia hewan maupun tumbuhan.Hal senada juga disampaikan, Ketua Adat Kampung Jalawastu, Dastam. Dastam menyebut sebelum masuknya Islam ada keyakinan yang dianut warga bernama Sunda Wiwitan.
“Meski setelah Islam masuk, budaya nenek moyang tetap dijaga sampai sekarang. Ini terbukti saat pelaksanaan Ngasa, bacaan mantera ini merupakan campuran antara doa Islam dan Sunda Wiwitan,” pungkas Dastam.
Artikel asli : detik.com