Ustaz Shamsi Ali
Presiden Nusantara Foundation,
Imam/Direktur Jamaica Muslim Center
Ada sebuah hadis yang tidak terlalu sering kita dengar menyebutkan:
موت العالم مصيبةلا تجبر وثلمة لا تسد ونجم طمس موت قبيلة أيسر من موت عالم
Kira-kira bermakna: “Kematian seorang alim itu adalah musibah yang tak tergantikan, lobang yang dapat ditambal. Wafatnya seorang alim bagaikan bintang yang padam. Bahkan meninggalnya satu suku (kampung) itu lebih ringan dari pada meninggalnya seorang ulama.” (At-Thobarani)
Umat Islam akhir-akhir ini banyak dirundung duka, dengan ragam cobaan dan musibah. Satu di antara cobaan itu adalah wafatnya beberapa ulama mu’tamad (ulama rujukan umat) yang setiap saat hadir sebagai lentera di tengah kegelapan yang menyelimuti kehidupan dunia saat ini.
Salah satu di antara ulama yang telah mendahului kita adalah Syekh Ali Saleh Jaber, seorang ulama yang ilmuan, saleh, mukhlis, dan insya Allah muhsin. Ulama yang selalu hadir dengan kesejukan dan penampilan moderasi sebagai jembatan pemersatu bagi seluruh elemen umat dan bangsa.
Syekh Ali Jaber meninggalkan tidak saja ilmu. Tapi yang lebih penting lagi adalah ketauladanan dalam mempertahankan keimanan dan keilmuan dalam bingkai akhlakul karimah. Bahwa seberat dan sepelit apapun tantangan yang dihadapi, seorang Mukmin tidak bokeh lepas kendali karakter moral seperti yang diajarkan secara prinsip oleh baginda Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Saya tidak akan berbicara banyak tentang Syekh Ali. Beliau sedang tersenyum menghadap Rabbnya. Beliau sedang bersenandung dalam keindahan ridha Ilahi. “Wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada Rabbmu dalam keadaan ridho dan diridhoi. Masuklah ke dalam golongan hambaKu dan masuklah ke dalam syurgaKu.”
Saya hanya ingin mengajak kita semua untuk menangis, merasakan kesedihan yang dalam atas meninggalnya para ulama kita. Cinta kita kepada para ulama bukan cinta biasa. Tapi cinta sebagai bukti kecintaan kita kepada Ilmu. Dan cinta kepada Ilmu adalah cinta kepada kebenaran (Al-Haq).
Dalam sebuah hadis Rasulullah صلى الله عليه وسلم menegaskan: “Barangsiapa yang tidak merasa sedih dengan kematian ulama maka dia adalah munafik”. (diriwayatkan oleh Suyuuthi)
Imam Al-Baihaqi menyebutkan: “Kematian seorang Ulama itu lebih disukai oleh Iblis dari pada kematian 70 ahli ibadah.”