Kompi 1 Batalyon 5 Brigade 5 Divisi I/Siliwangi adalah salah satu pasukan milik Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang sangat terkenal dalam sejarah perjuangan bangsa. Bagaimana tidak, kompi ini dijuluki “Pasukan Setan” dan dipimpin oleh Perwira Menengah (Pamen) TNI yang sakti lantaran kebal peluru.
Dirangkum VIVA Militer dari berbagai sumber, sejumlah pasukan Batalyon 5 Brigade 5 Divisi I/Siliwangi adalah pasukan yang ikut serta dalam peristiwa Long March Siliwangi, pada 1947. Eksodus pasukan dari Komando Daerah Militer (Kodam) III/Siliwangi yang dulu bernama Tentara Teritorium (TT) III/Siliwangi, adalah buah dari Perundingan Renville, 17 Januari 1947.
Tak terkecuali Kompi 1, yang dimpin oleh sosok prajurit bernyali dan pandai melakukan penyamaran. Ya, sosok itu adalah Kolonel Inf. (Purn.) Muhammad Asmat Sentot.
Lahir di Kabupaten Indramayu 17 Agustus 1925, Sentot yang merupakan anak seorang priyayi dikenal sangat rendah hati. Sentot lebih memilih untuk bergabung dengan pasukan Pembela Tanah Air (PETA). Sentot lebih dulu menjalani pendidikan militer buatan Jepang itu, mulai 15 April hingga 1 Desember 1943.
Sejumlah pertempuran pun dihadapi oleh pria asal Desa Plumbon ini. Tak terkecuali saat pasukan Siliwangi kembali dari Yogyakarta ke Jawa Barat, pada 1949. Saat itu, Sentot dan pasukannya yang baru saja masuk ke Jawa Barat mendapat serangan dari kelompok separatis Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Rentetan tembakan pasukan DI/TII membuat anak buah Sentot panik dan langsung tiarap. Di sini lah kehebatan Sentot terlihat. Sentot sama sekali tak merunduk dan bahkan tetap berdiri meski berondongan peluru mengancam nyawanya.
Aneh bin ajaib, Sentot tertembak. Namun, peluru-peluru senapan pasukan DI/TII sama sekali tak membuatnya tewas. Bahkan, tubuh Sentot tak tergores sedikit pun.
Peristiwa ini diceritakan langsung oleh anak buah Sentot saat itu, Kaswinah. Dikatakan Kaswinah, jika terjadi kontak tembak antara pasukannya dengan musuh Sentot selalu berdiri paling depan.
Sebagai seorang perwira, Sentot disebut Kaswinah sangat piawai dalam hal mengatur strategi pertempuran. Sambil bercanda, Kaswinah mengibaratkan Sentot bak seorang pelatih tim sepakbola. Yang lebih mencengangkan, Sentot membenarkan bahwa komandannya itu memang tak mempan ditembak.
“Kalau perang, Pak Sentot di tengah-tengah. Kasih arahan maju sisi kanan, maju sisi kiri, udah kayak main sepakbola aja. Kalau diberondong senapan mesin ringan (SMR) Bren, malah pada jatuh pelurunya,” ujar Kaswinah.
Kaswinah mengaku panik saat jadi sasaran berondongan senapan mesin pasukan DI/TII. Namun Sentot, ia sama sekali tak roboh meski dihantam peluru bertubi-tubi. Menurut Kawsinah, Sentot tak mempan ditembak baik dari jarak jauh maupun jarak dekat.
“Sementara kita anak buah yang lain tiarap, dia mah berdiri terus. Perintah maju sini, maju sana, kayak orang ngangon bebek. Boro-boro ditembak dari jauh, ditembak dekat dari jendela pakai Bren sama DI/TII enggak apa-apa. Pelurunya pada ngampar di bawah dan cuma diketawain aja sama Pak Sentot,” kata Kaswinah.
Artikel asli : viva.co.id