Dosen Ini Gagal Lulus CPNS Meski Kantongi Nilai Tertinggi

  • Share

Seorang dosen tetap di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, bernama Oktarifaldi, gagal menjadi PNS meski pada saat seleksi CPNS 2019 ia mengantongi nilai seleksi tertinggi dari seluruh peserta.

Kegagalan kelulusan CPNS itu disinyalir ada indikasi kesengajaan yang dilakukan oleh oknum petinggi di fakultasnya. Oktarifaldi digagalkan bukan lantaran perolehan nilai tes yang tidak memenuhi syarat, namun dianggap ikut berpolitik pada konsestasi pemilihan rektor UNP beberapa waktu lalu.

Indikasi sengaja tidak diluluskan itu semakin menguat pasca adanya percakapan antara rektor UNP dengan Wakil Dekan 3 FIK UNP Nurul Ihsan. Saat itu, Oktarifaldi mendengar langsung percapakan antara kedua pimpinannya melalui ponsel rektor.

Menurut Oktarifaldi, pada Jumat, 18 Desember 2020, sekitar pukul 10:50 WIB, dia menemui rektor. Tak lama berdiskusi, rektor kemudian menghubungi Wakil Dekan 3 sekaligus pewawancaranya dalam ujian SKB yaitu Nurul Ihsan via ponsel dengan loudspeaker.

Saat itu, kata Oktarifaldi, Nurul Ihsan mengatakan kepada rektor bahwa Oktarifaldi mendapat nilai SKD tertinggi. Namun, lantaran dia dianggap pendukung dari Syahrial Bakhtiar yang merupakan pesaing Ganefri pada pemilihan rektor yang lalu keadaan menjadi terbalik yaitu dia tidak lulus meski punya nilai tertinggi.

“Saya dosen tetap non PNS di UNP. Pada seleksi CPNS 2019, saya melamar untuk formasi jabatan asisten ahli-dosen. Meskipun nilai SKD saya tertinggi dan nilai SKB CBT saya tertinggi, namun saya tidak lolos seleksi karena pada ujian wawancara dan unjuk kerja, nilai saya sengaja dijatuhkan. Saya dirugikan dan gagal menjadi CPNS yang sudah direncanakan oleh oknum fakultas,” kata Oktarifaldi, Selasa, 1 Juni 2021.

Tudingan ikut berpolitik dan mendukung Syahrial Bakhtiar termasuk mengunggah dukungan di akun media sosial kata Oktarifaldi, sempat dibantah di hadapan rektor waktu itu.

Bahkan, dia juga mempersilakan rektor untuk kroscek kebenaran atas tudingan itu. Dia menegaskan jika terbukti ada unggahan postingan dukungan terhadap Syahrial Bakhtiar, dia siap diberi sanksi hingga dipecat.

“Namun, meski sudah demikian, saya tetap tidak lulus. Saya dengan Prof Syahrial Bakhtiar memiliki kedekatan hanya sebatas hubungan kerja dalam konteks penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tidak lebih dari itu,” ujar Oktarifaldi.

Oktarifaldi menuturkan hasil pelaksanaan SKD-nya lebih Tinggi dari dua peserta lainnya. Total nilai SKD-nya yakni 347, sedangkan nilai dua peserta lainnya masing-masing 338 dan 322.

“Sehari setelah pelaksanaan tes SKD itu, saya mendapat kabar bahwa saya tidak akan didukung oleh Jurusan Pendidikan Olahraga untuk menjadi calon PNS. Hal ini disampaikan oleh beberapa rekan sejawat yang kebetulan mendengar pembicaraan salah seorang pimpinan di Fakultas. Atas informasi tersebut, saya berinisiatif menemui rektor. Saat itulah kemudian saya mendengar tudingan ikut berpolitik itu,” kata Oktarifaldi.

Lebih lanjut, Oktarifaldi mengatakan pada 21 September 2020 siang, dilakukan tes wawancara yang masih bagian dari seleksi CPNS itu. Dalam pelaksanaan tes wawancara tersebut, waktu yang disediakan adalah 20 menit.

Namun, pewancara yakni Nurul Ihsan, mewawancarainya lebih dari 30 menit dengan pertanyaan yang menurutnya, di luar dari konteks Tri Dharma yang seharusnya ditanyakan.

Pertanyaan itu antara lain, kenapa dia yang sudah dosen ingin tes menjadi dosen lagi. Kemudian dia ditanya perihal kesibukannya di luar kampus. Pewawancara juga terkesan menyerang pribadinya dan bukan mengumpulkan informasi.

“Beberapa pertanyaan yang diajukan, menurut saya di luar konteks Tri Dharma. Saya sangat mengapresiasi pelaksanaan tes pusat yang sangat transparan. Namun, pada tes wawancara dan unjuk kerja yang diselenggarakan Universitas Negeri Padang berjalan dengan tidak objektif dan netral. Hasil tes wawancara saya 68,75. Salah satu peserta lain skornya 89,58. Saya menilai, pada sesi wawancara ini nilai saya sengaja dijatuhkan untuk menggagalkan kelulusan saya,” kata Oktarifaldi.

Oktarifaldi menganggap peristiwa ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadapnya. Kejadian ini tidak hanya menguburkan mimpinya menjadi PNS, namun juga membunuh karirnya, serta berimbas terhadap kelangsungan hidup anak istri dan keluarga.

“Saya masih terikat kontrak sebagai DTN hingga tahun 2023. Namun sekarang, tidak jelas status saya di UNP. Saya minta keadilan atas kasus ini. Ini tindakan sewenang-wenang terhadap saya,” tutur Oktarifaldi.

Artikel asli : viva.co.id

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *