Isyarat Kuat dari Ramalan Jayabaya? Wedhus Gembel Jadi Pertanda Gunung Merapi Akan Meletus, Begini Dampaknya

  • Share
Isyarat Kuat dari Ramalan Jayabaya? Wedhus Gembel Jadi Pertanda Gunung Merapi Akan Meletus, Begini Dampaknya

Ramalan Jayabaya masih jadi pembahasan sebagain masyarakat menyusul meletusnya Gunung Semeru.

Kini muncul fenomena alam lainnya di kawasan Jawa Tengah, yakni aktivitas Gunung Merapi

Dengan dua fenomena tersebut, masyarakat kini semakin meyakini dengan Ramalan Jayabaya mengenai Pulau Jawa yang terbelah.

Kekinian, Gunung Merapi memperlihatkan kegagahannya dengan memuntahkan guguran Wedhus Gembel atau awan panas.

Sebelumnya, masyarakat belum reda atas ketakutan dan kekagetan amuk dari Gunung Semeru.

Jutaan meter kubik Wdhus Gembel dimuntahkan gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut.

Gelombang awan panas ini menyapu apa saja yang menjadi penghalang di depannya.

Dengan kondisi saat ini, apakah ini pertanda jika Ramalan Jayabaya akan terbukti adanya?

Seperti diketahui jika dahulu kala letusan Gunung Krakatu membelah daratan Jawa dan Sumatera yang dulu menyatu.

Setelah letusan dahsyat gunung tersebut, daratan Jawa dan Sumatera terbelah dan menjadi selat.

Hal itu juga yang saat ini dikhawatirkan masyarakat saat ini. Sementara itu, Ahli Supranatural, Mbah Yadi melihat hal lain dengan fenomena saat ini.

Dia melihat jika alam sedang memperlihatkan kekuatannya dalam menata kembali kehidupan di Bumi ini.

Mbah Yadi menilai susulan erupsi Gunung Merapi setelah letusan Gunung Semeru akan menjadi pertanda jika umat manusia ini tidak ada daya dan upaya.

Terlebih ketika Tuhan menggerakkan gunung-gunungnya, maka taubat dan memperbaiki dirilah yang harus dilakukan saat ini.

“Erupsi Gunung Semeru akan diikuti gunung lain, terutama Gunung Merapi,” terang Mbah Yadi, dikutip dari kanal YouTube ESA Production pada Rabu 15 Desember 2021.

Innformasi lainnya dari bio akun Twitter @BPPTG pada Rabu 15 Desember 2021, Gunung Merapi mengalami peningkatan aktivitas sejak 5 November 2021.

BPPTG pun menyajikan laporan terbaru jika sudah tampak Wedhus Gembel berguguran dari atas kubah.

“Awanpanas guguran #Merapi tanggal 14 Desember 2021 pukul 11.58 WIB tercatat di seismogram dengan amplitudo 30 mm dan durasi 130 detik. Cuaca Merapi berkabut, estimasi jarak luncur 1.500 m ke arah baratdaya,” tulis akun Twitter @BPPTG.

Keperkasaan Merapi tak mungkin bisa dilupakan

Sementara itu, sepanjang sejarah modern Indonesia, Gunung Merapi beberapa kali meletus dan memakan korban jiwa.

Namun sepertinya letusan pada 2010 menjadi peristiwa yang palling banyak mengubah wajah kaki Gunung Merapi dan perikehidupan masyarakatnya.

Penduduk lokal, selain menjadi penambang pasir dan petani, kini banyak terlibat dalam aktivitas pariwisata.

Dampak letusan pada 2010 direspons dengan didirikannya museum berisi sisa-sisa barang warga yang rusak diterjang material letusan.

Terdapat pula area di kaki gunung yang didesain menjadi pasar swafoto dan menarik minat wisatawan.

Tak ketinggalan, warung-warung kopi bermunculan di sekitarnya mengikuti tren yang juga terjadi di daerah lain di Indonesia.

Akan tetapi, salah satu daya tarik utama wisata Gunung Merapi usai letusan pada 2010 adalah sekelumit kisah tentang Mbah Maridjan.

Di kaki Gunung Merapi, banyak cerita tentang Mbah Maridjan dan momen-momen terakhirnya mejadi kuncen yang mengemban tanggung jawab sampai penghabisan.

Seperti karakteristik folklore pada umumnya, beberapa peristiwanya lalu dimitoskan dan terbukti memperkuat kearifan lokal.

Bangkai mobil yang menjadi saksi ganasnya letusan Gunung Merapi pada 2010 dipajang di museum barang-barang rusak akibat letusan di kawasan Kaliadem, Sleman, Yogyakarta.

Bangkai mobil yang menjadi saksi ganasnya letusan Gunung Merapi pada 2010 dipajang di museum barang-barang rusak akibat letusan di kawasan Kaliadem, Sleman, Yogyakarta.

Kalimat penuh makna yang diutarakan Mbah Maridjan tertulis dalam spanduk di lokasi yang sebelumnya adalah kediamannya di Kaliadem, Sleman, Yogyakarta.

Kalimat penuh makna yang diutarakan Mbah Maridjan tertulis dalam spanduk di lokasi yang sebelumnya adalah kediamannya di Kaliadem, Sleman, Yogyakarta.

Bagian dalam bunker untuk tempat berlindung darurat dari letusan Gunung Merapi di Kaliadem, Sleman, Yogyakarta.

Sosok Mbah Maridjan sudah tiada bersamaan dengan letusan itu tetapi namanya ternyata mendatangkan banyak berkah bagi penduduk setempat.

Pesan dia yang berjuta makna, “Ajining manungso iku gumantung ono ing tanggung jawabe marang kewajibane (Kehormatan seseorang dinilai dari tanggung jawab terhadap kewajibannya),” terpampang di gerbang petilasannya.

Sesuai perkataannya, Mbah Maridjan menunaikan tanggung jawabnya menjadi kuncen Gunung Merapi.

Dia ditemukan tewas di seorang diri di kamarnya saat oleh petugas yang melakukan evakuasi pada 2010.

Kematiannya yang dramatis dikemas dalam cerita yang semakin penuh pesan untuk direnungkan ketika dituturkan pemandu wisata.

Hal itu membuat siapa pun yang berkunjung ke kaki Gunung Merapi menyadari lagi betapa manusia tidak berdaya menghadapi kekuatan alam yang maha dahsyat.

Pemandu wisata yang meminta turis berteriak, “Mbah Maridjan, roso!” menjadi bukti bahwa Gunung Merapi dan Mbah Maridjan telah menjadi identitas yang kini tak terpisahkan.

Wisatawan bisa menyimaknya dengan membeli paket wisata perjalanan menggunakan mobil kap terbuka. Sungguh, harga yang dibayarkan sepadan dengan pengalaman yang diberikannya, wisata yang bukan sekadar hura-hura tetapi penuh kontemplasi.

Berdasarkan riset dancatatan sejarah, letusan-letusan kecil Gunung Merapi terjadi setiap 2-3 tahun dan yang lebih besar terjadi sekira 10-15 tahun sekali.

Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat pada 1006 (dugaan), 1786, 1822, 1872, dan 1930.

Sementara pada era Indonesia modern, tercatat terjadi letusan pada 22 November 1994 dan menewaskan 60 orang.

Pada 19 Juli 1998 terjadi letusan besar tetapi material vulkanik yang dikeluarkan mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa.

Pada 2001 sampai 2003, tercatat aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus tanpa disertai erupsi ledakan tetapi membentuk kubah lava. Ramalan Jayabaya

Tiga tahun berselang sesuai prediksi, Gunung Merapi kembali aktif pada 2006 dengan terus-menerus meluncurkan awan panas yang memaksa warga mengungsi dan menewaskan dua orang di Kaliadem. Mereka diterjang awan panas meski sempat masuk bunker

Sementara rangkaian letusan pada Oktober dan November 2010 dicatat sebagai yang terbesar sejak 1872. Korban meninggal sedikitnya 273 orang.

Artikel asli : pikiran-rakyat.com

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *