“Peristiwa politik besar itu misalnya PDIP tidak mengambil keputusan pilihan pada Ganjar. Hingga saat ini counter utama Pak Ganjar masih dari PDIP, sehingga itu bisa mengubah peta politik,” kata Afrimadona dalam telewicara dengan Bayu KompasTV.
Sementara itu menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya menyatakan, polanya relatif sama dengan temuan Populi Center dan Indikator Politik Indonesia.
“Tiga besarnya secara peta politik hampir sulit digeser, kecuali ada tsunami politik seperti skandal, kasus hukum, atau yang menarik dari sisi presidential treshold ketika ada nama yang elektabilitasnya tinggi tidak mendapatkan tiket, itu bisa mengubah konstelasi politik,” kata Yunarto.
“Kita tahu dari tiga nama itu hanya Pak Prabowo yang Ketua Umum Partai, itupun Gerindra masih butuh dukungan satu partai untuk memenuhi syarat. Trend satu tahun terakhir sudah mengerucut ke tiga nama tersebut. Selanjutnya siapa yang bisa naik, stagnan, atau justru turun elektabilitasnya hingga 2024 nanti,” terang Yunarto Wijaya.
Secara kwantitatif, Ganjar Pranowo memiliki peluanng lebih besar untuk meningkatkan elektabilitas karena tingkat pengenalannya paling rendah. Dari survey Charta Politika Indonesia, tingkat pengenalan Prabowo di atas 95 persen dan Anies Baswedan 85 persen, sementara Ganjar di angka 70-an persen.
Teorinya, kandidat yang belum banyak dikenal memiliki peluang lebih tinggi untuk meningkatkan elektabilitas dibanding yang sudah banyak dikenal masyarakat. Selain itu ada juga beberapa nama di papan kedua, seperti Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, Agus Harimurti Yudoyono, Puan Maharani, dan Erik Tohir.
Nama-nama di papan kedua itu nampaknya sangat sulit untuk bersaing ke Bursa Calon Presiden 2024. tetapi menurut Yunarto, mereka memiliki potensi yang sangat kuat untuk dilirik sebagai kandidat calon wakil presiden.
Langkah Presiden Joko Widodo saat bersama Prabowo ke Sumenep Jawa Timur, kemudian bersama Ganjar mengunjungi kawasan industri di Batang Jawa Tengah, dan bersama Anies Baswedan meninjau Sirkuit Formula E di Ancol, itu semua bisa menjadi pesan politik bagi masyarakat Indonesia.***
Artikel asli : lombokinsider.com