Kisah Hidup Romo Diyat, Guru Spiritual Presiden Soeharto yang Jarang Diketahui

  • Share

Presiden Soeharto adalah seorang yang mampu menjabat sebagai kepala negara Republik Indonesia selama 32 tahun. Di balik kekuasaannya yang lama, ternyata Soeharto punya puluhan guru spiritual yang tersebar di seluruh Indonesia.

Di antara sekian banyak guru spiritual itu, satu di antaranya memiliki posisi yang istimewa. Orang itu bernama Sudiyat, atau lebih dikenal dengan nama Romo Diyat. Dianggap sebagai gurunya yang paling penting, Soeharto selalu menjalankan segala hal yang diperintahkan Romo Diyat.

Salah satu peristiwa penting yang dialami Soeharto bersama Romo Diyat adalah pada malam 1 Sura tanggal 1964. Waktu itu, Romo Diyat mengajak para muridnya termasuk tapa kungkum pada sebuah tempuran sungai di Semarang yang kelak diberi nama Tugu Soeharto.

Pada waktu mereka bertapa, tiba-tiba terdengar sebuah bisikan gaib yang mengatakan bahwa kelak Soeharto akan menggantikan jabatan Jenderal Ahmad Yani. Pada akhirnya bisikan itu menjadi nyata. Pada peristiwa 1965, Soeharto menggantikan posisi Ahmad Yani yang terbunuh sebagai Menpangad. Jabatan inilah yang memuluskan jalannya menuju kursi kepresidenan.

Lalu seperti apa sosok Romo Diyat, sang guru spiritual Soeharto itu? Berikut selengkapnya:

Hubungan Soeharto dengan Romo Diyat

Dilansir dari Sejarahsemarang.id, kedekatan antara Soeharto dengan Romo Diyat terjalin saat keduanya masih sama-sama berguru pada Romo Marto Pangarso dan Romo Budi Kusumo di daerah Notoprajan, Yogyakarta pada tahun 1950. Hubungan itu terus terjalin saat keduanya berpindah tugas ke Jakarta.

Waktu itu, Romo Diyat berdinas di sebuah lembaga milik pemerintah dan pernah ditunjuk Presiden Soekarno untuk membidani lahirnya Universitas Bung Karno dan Universitas Diponegoro.

Namun, pola hubungan sesama murid itu mulai bergeser tatkala Romo Marto Pangarso dan Romo Budi Kusumo menasbihkan pria yang saat itu masih bernama Sudiyat sebagai murid yang berhak mengajarkan ilmu mereka. Sejak itulah, Soeharto menganggap Romo Diyat sebagai gurunya.

Sosok Romo Diyat

Sejak pindah ke Semarang, Romo Diyat mulai memusatkan aktivitas spiritualnya. Dari hari ke hari, orang-orang yang berguru kepadanya semakin banyak dan bahkan jumlahnya mencapai ribuan. Para muridnya berasal dari berbagai macam latar belakang seperti buruh, petani, pengusaha, sampai orang-orang berpangkat seperti Soeharto.

Tujuan mereka berguru pada Romo Diyat bermacam-macam, ada yang mencari ketentraman batin, ada yang mencari jodoh, ada yang ingin usahanya maju, dan ada pula yang demi memperoleh jabatan. Sementara itu, motivasi Soeharto berguru pada Romo Diyat adalah untuk memperoleh ketentraman dan kemuliaan hidup.

Untuk itulah Romo Diyat mengajarkan Soeharto berbagai ritual agar keinginannya tercapai. Bahkan dia memperoleh banyak pusaka yang diberikan gurunya itu.

“Kalau nama-namanya saya tidak tahu. Yang saya tahu, wujudnya bermacam-macam. Ada kudi, keris, maupun arca. Salah satunya arca emas murni yang diambil dari daerah Sumurupas, Bali. Saat hendak dibawa ke Jakarta dengan pesawat, sepuluh pendeta ikut mengawal pusaka itu,” ungkap Sukesy, salah seorang murid Romo Diyat dikutip dari Sejarahsemarang.id.

Guru Spiritual Terpenting bagi Soeharto

Bagi Soeharto, Romo Diyat adalah guru spiritual yang penting dalam hidupnya. Orang yang pernah berkuasa di Indonesia selama 32 tahun itu, selalu menjalankan perintah gurunya seperti mengikuti laku spiritual, nyelap, dan mengikuti perjalanan spiritual ke berbagai tempat wingit di seantero Jawa.

Bahkan saat sudah menjadi presiden, Soeharto masih menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah Romo Diyat. Ia biasanya datang ketika Romo Diyat memintanya untuk menjalani ritual tertentu. Sesekali pula gurunya itu ia undang untuk hadir di Jakarta.

Ketika Romo Diyat meninggal pada tahun 1986, Presiden Soeharto beberapa kali melakukan ziarah ke makamnya yang berada di daerah Klaten.

Soeharto Membangkang Nasihat Romo Diyat

Walaupun menjadi murid yang patuh setelah sekian lama, namun pada satu kesempatan Soeharto tidak menepati nasihat yang diberikan Romo Diyat. Waktu itu dia diminta tidak mencalonkan diri pada Pemilu 1992.

Namun, Soeharto memilih untuk menuruti bujuk rayu orang terdekat dan tetap nekat melanjutkan kepemimpinannya. Ia akhirnya mengalami kejatuhan tragis pada Mei 1998.

“Pak Harto tak menggubris isyarat Romo Diyat. Ia menuruti bujuk rayu orang-orang terdekat. Namanya wahyu tak bisa ditawar. Kalau habis, kekuasaan di tangan dengan sendirinya akan menghilang,” ujar Soeharijadi,” keponakan Romo Diyat dikutip dari Sejarahsemarang.id pada Sabtu (12/12).

Artikel asli : merdeka.com

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *