Kisah Kades Nyentrik di Gresik Angkat Desa Miskin Jadi Desa Miliarder Pakai Resep Gila

  • Share

Lahan wisata seluas 6 hektare di Desa Sekapuk, Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, tak nampak seperti bekas galian tambang batu kapur.

Orang awam menilai, lahan tersebut didesain khusus sebagai destinasi wisata yang menonjolkan eksotisme lahan batu kapur.

Adalah Selo Tirto Giri (Setigi), destinasi wisata Gresik yang berlokasi di sekitar jalan Deandles pantai utara Jawa Timur.

Destinasi wisata yang belum genap 3 tahun itu kini banyak diserbu wisatawan lokal.

Menyuguhkan latar belakang pemandangan bukit batu kapur yang instagramable, lokasi wisata baru ini kini menjadi primadona wisata warga Gresik dan sekitarnya seperti Surabaya, Sidoarjo, Lamongan hingga Tuban.

Dalam kunjungannya Juli 2020 lalu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa terlihat sangat mengagumi wisata alam Setigi.

Bahkan, ia menyebut, konsep wisata Setigi itu out of the box alias tidak umum.

Obyek wisata Setigi, yang terdiri atas Selo berarti batu, Tirto berarti air, dan Giri memiliki arti bukit.

“Konsep wisata Setigi ini out of the box. Di era sekarang, kita memang dituntut berpikir out of the box untuk percepatan pembangunan perekonomian desa, jangan berpikir linier,” ujar Khofifah saat itu.

Khofifah berharap, apa yang telah dikembangkan oleh pemerintah Desa Sekapuk dapat menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Jawa Timur, dalam rangka pengembangan ekonomi pedesaan pasca Pandemi Covid-19.

“Wisata Setigi ini mulanya bekas tambang, daerah kumuh dan banyak sampah. Sekarang menjadi income bagi masyarakat desa,” ucap dia.

Khofifah menginginkan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang mengelola unit usaha tersebut tidak segera puas dengan apa yang sudah dilakukan.

“Mudah-mudahan bisa dikembangkan, areanya juga masih sangat luas. Lokasi wisata ini sangat instagramble, dan banyak angle tempat wisata, ada 24 titik spot,” ujar dia.

Wisata Setigi adalah salah satu unit usaha pendongkrak pendapatan Desa Sekapuk  yang dulu masuk kategori desa miskin dan tertinggal, kini menjadi desa milliarder.

Tahun lalu, penghasilan beberapa unit usahanya menyentuh angka miliaran rupiah.

Selain kekompakan warganya, ada sosok pemuda yang menahkodai bangkitnya Desa Sekapuk dari keterpurukan.

Kepala Desa Sekapuk Abdul Halim
KOMPAS.COM/ACHMAD FAIZAL Kepala Desa Sekapuk Abdul Halim

Dia adalah Abdul Halim, tokoh pemuda Desa Sekapuk yang dipercaya warga sebagai kepala desa sejak akhir 2017 lalu.

Kepala desa nyentrik berambut gondrong dan berjenggot panjang itu menceritakan, tidak mudah mengubah wajah desa tempat kelahirannya hingga menjadi seperti sekarang.

Sebelumnya, Desa Sekapuk masuk kategori desa tertinggal, kesenjangan sosialnya tinggi, desa kumuh dan desa rawan konflik sosial.

“Yang paling penting dan pertama saya lakukan adalah merubah mindset warga agar lebih peduli dan melihat potensi-potensi di Desa Sekapuk,” kata Abdul Halim, kepada Kompas.com belum lama ini.

Pertentangan, gunjingan, hingga perlawanan nyata juga pernah dilaluinya, namun dia tetap bersabar dan meyakini apa yang dia lakukan suatu saat akan berharga bagi warga Desa.

“Dulu lahan wisata Setigi hanyalah tempat sampah. Saya coba bersihkan dan rapikan. Bahkan di awal pembangunan Setigi, ada fasilitas warga yang dibakar warga,” ujar dia.

Di satu sisi dia sadar, kondisi psikologi warga saat itu ada yang belum menerima jika dirinya terpilih menjadi kepala desa dalam pemilihan langsung.

“Masih ada sentimen itu wajar,” ujar pria yang kini belum genap berusia 40 tahun itu.

Berjalan 2 tahun, warga mulai merasakan dampaknya.

Perlahan, Desa Sekapuk yang sebelumnya termasuk dalam kategori desa miskin kini mulai bangkit.

Semakin populernya Wisata Setigi secara tidak langsung juga mengangkat perekonomian warga Desa Sekapuk.

Warga mulai merasakan dampak ekonomi dengan menggerakkan sektor jasa dan UMKM produk makanan dan minuman seiring dengan semakin ramainya pengunjung Wisata Setigi.

Dia bersyukur, dalam kurun waktu 3 tahun bisa membuka lapangan kerja bagi 899 kepala keluarga.

“Alhamdulillah dari masyarakat yang pendapatan awalnya Rp 400.000 sebulan bisa menjadi kisaran Rp 6-7 juta perbulan,” ujar Abdul Halim.

Mantan nahkoda kapal ini lantas membuka resep bagaimana mengomandoi warga desanya untuk bangkit dari status miskin dan tertinggal.

Resepnya, kata dia, harus ‘gila’, yang merupakan akronim dari gagasan, ide, langsung dan aksi.

“Resepnya tidak sulit semua kegiatan harus gila (gagasan, ide, langsung, aksi). Jangan terlalu lama dibahas,” ucap dia.

Desa miliarder

Desa berpenduduk lebih dari 6.000 warga itu belakangan populer dengan sebutan Desa miliarder, karena hasil unit usahanya menyentuh angka miliaran rupiah per tahun, begitu juga pendapatan yang masuk ke pemerintah desa.

Ketua Bumdes Sekapuk Asjudi menuturkan, pihaknya saat ini menggerakkan 5 unit usaha, selain Wisata Setigi, juga Perusahaan Air Masyarakat (PAM), usaha multi jasa yang melayani simpan pinjam masyarakat, pengolahan sampah masyarakat, serta pengolahan tambang.

“Dari usaha-usaha tersebut, tahun lalu Bumdes berhasil meraup laba bersih sebesar Rp 7 miliar, sehingga mampu menyumbang Pendapatan Asli Desa (PAD) sebanyak Rp 2,047 miliar,” kata Asjudi.

Tahun ini pihaknya menarget laba Bumdes meningkat menjadi Rp 9,9 miliar dan menyumbang PAD desa sebesar Rp 3,412 miliar.

Dari hasil tersebut, pemerintah desa bisa memberikan beasiswa kepada pelajar asal Desa Sekapuk mulai SD, SMP, SMA hingga beasiswa untuk S1 (Sarjana) bagi anak-anak yang berprestasi dan dari keluarga kurang mampu.

“Ke depan kami akan berusaha memberikan insentif bagi warga yang usianya tidak lagi produktif,” imbuhnya.

Sebagai desa miliarder, Desa Sekapuk memiliki lima kendaraan mewah untuk operasional yang dibeli secara tunai, yakni Alphard untuk Pemdes, Grand Livina untuk kelompok ibu-ibu PKK, Mazda Double Cabin untuk wisata, Expander untuk BUMDes, dan satu unit mobil ambulans standar Covid-19.

Menurut Abdul Halim, mobil mewah tersebut adalah bagian dari apresiasi pemerintah desa kepada warganya.

“Ini sebagai bukti bahwa warga Desa Sekapuk mampu bangkit dan sukses seperti sekarang,” kata Abdul Halim.

Pengembangan usaha di Desa Sekapuk, kata Abdul Halim, akan terus dilakukan karena dari blue print pembangunan yang sudah dijalankan masih 60 persen.

Beberapa rencana pengembangan usaha yang belum terealisasi antara lain, pembangunan hotel apung berbentuk kapal cargo di pesisir pantai Desa Sekapuk, pembangunan komplek wisata agropolitan hingga pembangunan gedung serbaguna memanfaatkan yang memanfaatkan aset tanah bengkok desa seluas 3 hektare.

“Karena itu kami sedang mencari pinjaman Rp 100 milliar dari perbankan. Kami yakin pasti bisa bayar. Siteplannya sudah ada,” terang dia.

Pada 2021, Desa Sekapuk tercatat sebagai 1 dari 697 desa di Jawa Timur yang masuk dalam kategori desa mandiri berdasarkan hasil survei Indeks Desa Membangun (IDM) 2021 yang digelar Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi.

697 desa mandiri tersebut tersebar di 29 kabupaten di Jawa Timur.

3 kabupaten dengan jumlah desa mandiri terbanyak adalah Bojonegoro (103 desa), Banyuwangi (89 desa) dan Gresik (86 desa).

Dengan memiliki 697 desa mandiri, Jawa Timur dinobatkan sebagai provinsi yang memiliki desa berstatus mandiri terbanyak dibanding provinsi lain secara nasional.

Di bawahnya, ada Provinsi Jawa Barat yang memiliki 586 desa mandiri, dan Provinsi  Kalimantan Barat yang memiliki 385 desa mandiri.

IDM 2021 juga mencatat di Jawa Timur terdapat 3.283 desa berstatus maju, dan 3.742 desa berkembang.

Sementara status desa tertinggal dan sangat tertinggal tercatat zero, dengan kata lain tidak ada lagi desa tertinggal dan sangat tertinggal di Jatim pada 2021.

Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Timur Sukaryo, survei penilaian IDM mengukur sejumlah kategori indeks yakni, Indeks Ketahanan Sosial (IKS), Indeks Ketahanan Ekonomi (IKE), dan Indeks Ketahanan Lingkungan (IKL).

Dari 7.724 desa di Jawa Timur, ada 7.722 desa yang masuk pendataan IDM 2021.

2 desa yang tidak masuk dalam pendataan IDM karena tidak memenuhi kriteria pembentukan desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Kedua desa tersebut di antaranya tidak memenuhi unsur pemerintahan, wilayah dan penduduk.

“2 desa tersebut berada di Kabupaten Sidoarjo yang tenggelam lumpur Lapindo yaitu Desa Renokenongo Kecamatan Porong dan Desa Kedungbendo Kecamatan Tanggulangin,” ujar dia.

Artikel asli : kompas.com

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *