Presiden Baru Iran Seorang Ulama Ternama dan Keturunan Nabi, Ini Profilnya

  • Share

Ebrahim Raisi pada akhirnya dipilih jadi Presiden baru Iran. Dia sukses menaklukkan ke-3 rivalnya itu dan amankan kedudukan ke-2 paling tinggi di negara tersebut sampai 4 tahun di depan, Jumat (19/6/2021) waktu di tempat.

Raisi akan gantikan Hassan Rouhani sesudah dua masa beruntun berkuasa. Dia menaklukkan tiga rivalnya yaitu Abdolnaser Hemmati, Mohsen Rezaei, dan Amir Hossein Ghazizadeh Hashemi.

Kemenangan Ebrahim Raisi sudah diprediksikan awalnya. Pria yang sering memakai sorban hitam ini, seperti dicatat AlJazeera ialah seorang sayyid, mengarah ke turunan Nabi Muhammad SAW.

Mencuplik BBC, Raisi sendiri sebagai seorang ulama berumur 60 tahun. Dia memegang sebagai beskal untuk mayoritas kariernya.

Dia dijumpai diangkat sebagai kepala kehakiman pada 2019, 2 tahun sesudah ia kalah mutlak dari Rouhani dalam pilpres paling akhir. Raisi sudah tampilkan dianya jadi orang terbaik untuk melawan korupsi dan pecahkan permasalahan ekonomi Iran.

Tetapi, banyak masyarakat Iran dan aktivis hak asasi manusia (HAM) sudah mengatakan kedukaan atas peranannya dalam eksekusi massal tahanan politik pada 1980-an. Tetapi, dia sendiri tak pernah mengulas dakwaan mengenai peranannya dalam tindakan bengis itu.

Presiden baru Iran Raisi juga dikenal sebagai seorang pengikut memahami kanan yang cukup berlebihan. Aktivis mulai mengumandangkan ketakutannya jika Raisi akan mengaplikasikan kontrol pada kegiatan sosial, semakin sedikit kebebasan dan tugas untuk wanita, dan kontrol yang ketat pada sosial media dan jurnalis.

Berkenaan pembicaraan nuklir yang sedang berjalan dengan dunia, Raisi disebutkan sebagai figur yang memberikan dukungan kembalinya persetujuan Gagasan Tindakan Mendalam Kombinasi (JCPOA). Ini diberi tanda tangan Iran di 2015 dan memberikan Iran kemudahan dari ancaman Barat sebagai imbalan karena batasi aktivitas nuklirnya, tetapi dibatalkan Presiden AS Donald Trump di 2018.

Pemerintah Presiden Donald Trump menarik kesepakatan itu yang melumpuhkan perdagangan internasional Iran. Dalam penarikan itu, Raisi dijatuhkan ancaman oleh Washington.

Iran sudah menyikapi dengan mengawali lagi operasi nuklir yang dilarang berdasar persetujuan. Perbincangan yang mempunyai tujuan untuk hidupkan kembali persetujuan nuklir itu sekarang ini sedang berjalan di Wina. Ini atas inisiasi Presiden baru AS Joe Biden. Tapi kedua pihak menjelaskan lainnya wajib melakukan langkah awal.

Walau Raisi dipilih ini kali, Washington masih tetap mengutamakan jika persetujuan itu tetap lebih bergantung pada Pimpinan Paling tinggi Ayatollah Khamenei.

“Keputusan akhir apa akan balik ke persetujuan [nuklir 2015] atau mungkin tidak berada pada pimpinan paling tinggi Iran dan bukan presiden,” sebut Jake Sullivan,Penasihat Keamanan Nasional AS seperti mencuplik Iran International.

Tetapi di lain sisi, Israel mencemaskan Raisi. Tel Aviv memandang dipilihnya Raisi ini menjadi satu diantara katalis negatif untuk kesepakatan nuklir Iran.

“Itu ialah peluang paling akhir untuk kemampuan dunia untuk bangun saat sebelum kembali lagi ke kesepakatan nuklir, dan untuk pahami sama siapa mereka menjalankan bisnis,” tutur Pertama Menteri (PM) Israel yang baru, Naftali Bennett.

“Beberapa orang ini ialah pembunuh, pembunuh massal. Sebuah pemerintahan algojo beringas jangan didiamkan mempunyai senjata pembasmi massal yang memungkinkan tidak untuk membunuh beberapa ribu, tapi juta-an,” sambungnya.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *