India Pasang Jaring di Sungai Gangga, Tangkap Puluhan Mayat Mengambang Diduga Korban Covid-19

Pihak berwenang India telah memasang jaring di Sungai Gangga untuk menangkap mayat diduga korban Covid-19, setelah puluhan tubuh terdampar di tepi sungai.

Penemuan 71 mayat di negara bagian Bihar pada Selasa (11/5/2021) memicu kekhawatiran, bahwa virus corona tanpa diketahui “mengamuk” di pedalaman desa India yang padat dan luas, tempat dua pertiga penduduknya tinggal.

Mayat yang membusuk muncul di sungai di sepanjang perbatasan negara bagian utara Uttar Pradesh dan Bihar, yang dilalui Sungai Gangga.

Temuan itu terjadi ketika India mencatat rekor kematian harian lainnya dengan 4.025 orang tewas. Jumlah total korban meninggal Covid-19 pun terdorong melewati 250.000 jiwa.

Menteri Sumber Daya Air Bihar, Sanjay Kumar mengatakan di Twitter pada Rabu (12/5/2021) bahwa ‘jaring telah ditempatkan’ di sungai di perbatasan negara bagian dengan Uttar Pradesh dan patroli ditingkatkan.

Dia mengungkapkan bahwa pemerintah negara bagian yang miskin itu “sedih baik atas tragedi itu maupun kerusakan sungai Gangga.”

Laporan pers menyatakan sebanyak 25 mayat juga telah ditemukan di distrik Gahmar di negara bagian Uttar Pradesh.

Harian Hindu mengutip seorang pejabat polisi setempat di sana yang mengatakan ada antrean panjang di tempat kremasi di negara bagian utara India itu.

“Mungkin saja dengan tergesa-gesa beberapa orang membuang jenazah di sungai seperti ini,” kata Hitendra Krishna seperti dikutip.

Sengaja dibuang

Jumlah kematian resmi Covid-19 India melonjak melewati seperempat juta pada Rabu (12/5/2021). Tetapi banyak ahli percaya jumlah sebenarnya beberapa kali lipat lebih tinggi.

Hal ini terutama terjadi sekarang, karena lonjakan telah menyebar ke luar kota-kota besar. Masuk ke daerah pedesaan di mana rumah sakit hanya sedikit dan pencatatannya buruk.

Sebuah video yang dilaporkan menunjukkan mayat yang dilempar ke air oleh pengemudi ambulans. Video itu dibagikan secara luas di media sosial, dan diambil oleh outlet berita lokal.

Yang lain menunjukkan mayat-mayat itu terdampar di tepi Sungai Gangga, dengan anjing liar berjalan di perairan dangkal dan mengendus para korban.

Orang-orang bereaksi dengan ngeri terhadap rekaman tersebut. Sebagian takut keluarganya juga tidak dapat melaksanakan upacara pemakaman suci, untuk orang yang mereka cintai.

Kepada AFP penduduk setempat bahkan mengaku kerabatnya membenamkan mayat di sungai.

Masalahnya, mereka tidak mampu membeli kayu untuk kremasi tradisional Hindu, atau karena krematorium kewalahan dengan jumlah pemakaman.

Sehari sebelumnya pada Senin (10/5/2021), penemuan jenazah yang membusuk di aliran Sungai Gangga perbatasan kota Bihar.

Ada lebih dari 150 mayat terlihat di sungai di perbatasan Bihar, menurut Times of India. Namun, pejabat setempat membantah jumlah itu, dengan menyebutkan angka antara 40 dan 45.

“Mereka membengkak dan telah berada di air setidaknya selama lima hingga tujuh hari. Kami mengurus itu. Kita perlu menyelidiki dari mana mereka berasal, kota mana di UP (Uttar Pradesh) – Bahraich atau Varanasi atau Allahabad,” ujar seorang pejabat lokal kepada NDTV.

“Jenazah bukan dari sini karena kami tidak memiliki tradisi membuang jenazah di sungai.”

Pemerintah setempat percaya bahwa jasad tersebut adalah pasien Covid-19.

Penduduk desa setempat takut penyakit itu dapat menyebar lebih jauh setelah anjing terlihat berkeliaran di dekat mayat.

Menurut laporan media yang mengutip pejabat lain, beberapa mayat pada Selasa (11/5/2021) sebagian dibakar. Tapi korban itu dilaporkan tidak dikremasi dengan benar.

Bihar dan Uttar Pradesh adalah dua negara bagian termiskin di India dan rumah bagi sekitar 370 juta orang.

Janardhan Singh Sigriwal, Anggota Parlemen Bihar untuk partai BJP yang berkuasa di negara itu, mengklaim para korban virus corona dibuang oleh pengemudi ambulans dari jembatan.

Sementara itu, petugas di distrik Katihar membuka penyelidikan, setelah video jenazah yang dibuang oleh staf rumah sakit beredar secara online.

Seorang tokoh senior dari rumah sakit setempat diminta melapor ke otoritas lokal pada hari berikutnya, untuk menjelaskan insiden tersebut.

Kemudian diketahui bahwa hal itu terjadi karena jenazah korban virus corona tidak diklaim.

Staf rumah sakit disebut berusaha “menyingkirkan” mayat-mayat itu dengan cepat, daripada harus melakukan upacara terakhir secara lengkap, yang melibatkan penguburan atau kremasi.

Cerita mengerikan itu terjadi di tengah meningkatnya tekanan pada Perdana Menteri India Narendra Modi untuk menyerukan penguncian nasional.

Langkah itu diharapkan akan memerangi varian baru yang menyebar dengan cepat. Saran ini juga digaungkan oleh Penasihat Penyakit Menular Gedung Putih Amerika Serikat, Anthony Fauci yang memperingatkan, “Anda (India) harus ditutup.”

“Saya yakin beberapa negara bagian India telah melakukan itu. Tetapi Anda perlu memutus rantai penularan. Dan salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan menutup wilayah (seluruhnya),” kata Fauci kepada ABC pada Minggu (9/5/2021).

Terus menjalar

Negara bagian Assam di timur laut dikhawatirkan menjadi pemantik infeksi baru, dengan kasus menyebar lebih cepat daripada wilayah mana pun di negara itu.

Kasus di Assam mulai meningkat sebulan lalu. Rata-rata mingguan tujuh hari di negara bagian itu, menurut angka resmi pada 9 Mei mencapai lebih dari 4.700 kasus.

Tetapi model yang dijalankan oleh University of Michigan, yang memprediksi penyebaran kasus saat ini sebelum benar-benar terdeteksi, mengatakan infeksi di Assam kemungkinan besar terjadi secepat tempat lain di negara itu.

Kondisinya diperburuk dengan pemilihan umum baru-baru ini di negara bagian itu, dan demonstrasi politik besar-besaran.

Para pejabat di Assam berlomba untuk bersiap menghadapi lonjakan virus, karena serangan serupa pada infeksi telah membanjiri rumah sakit di negara bagian India yang jauh lebih kaya.

“Kami menambah 1.000 tempat tidur seminggu untuk mempersiapkan diri jika kasusnya membengkak,” kata Dr Lakshmanan S, direktur Misi Kesehatan Nasional di Assam.

Rumah sakit terbesar yang dikelola pemerintah di negara bagian itu, Rumah Sakit Perguruan Tinggi Kedokteran Guwahati, telah melipatgandakan jumlah tempat tidur perawatan intensif menjadi 220.

Pejabat kesehatan sedang membangun 200 lagi di tempat parkir rumah sakit.

Sebuah stadion sepak bola dan kriket diubah menjadi rumah sakit untuk pasien Covid-19 dengan 430 tempat tidur.

Royal Global University swasta di ibu kota negara bagian Gauhati telah diubah menjadi rumah sakit dengan 1.000 tempat tidur.

Negara bagian mengirim dokter, paramedis, dan obat-obatan ke fasilitas ini. Universitas mengatakan akan menyediakan buku dan koran untuk dibaca pasien.

“Ini adalah hal yang paling tidak kami pikirkan yang dapat kami lakukan di saat krisis besar ini untuk negara kami,” kata Dr AK Pansari, ketua universitas.

Ada 2.100 tempat tidur yang disediakan di pusat-pusat pemerintahan untuk pasien Covid-19 di Gauhati, dengan ratusan lagi direncanakan.

Fasilitas itu merupakan tambahan dari 750 tempat tidur, yang sudah ada untuk pasien di rumah sakit swasta di negara bagian tersebut.

Bahkan ketika infeksi meningkat, tingkat vaksinasi turun di Assam, dan negara bagian lain di kawasan itu sejak India memperluas cakupannya untuk mencakup semua orang dewasa pada 1 Mei.

Yang menambah kekhawatiran adalah konfirmasi bahwa virus telah mulai menyebar ke desa-desa terpencil di Himalaya dengan infrastruktur kesehatan yang buruk.

Daerah-daerah ini adalah rumah bagi suku-suku asli, yang selama ini hanya mendapat akses kesehatan terendah di negara ini.

Wilayah itu sebagian besar tidak tersentuh oleh virus sebelumnya. Namun kini tampaknya virus itu menyebar bahkan di desa-desa terpencil tanpa diketahui masyarakat, hingga sudah terlambat.

“Kurangnya kesadaran tentang virus, kurangnya sumber daya, dan keterpencilan mempersulit pelacakan kontak di daerah seperti itu,” kata Dr Mite Linggi, pengawas medis di rumah sakit distrik di Roing di negara bagian Arunachal Pradesh.

Sementara itu di Delhi, Menteri Kesehatan mengungkapkan bahwa mereka kehabisan vaksin.

Saat ini, kata dia, hanya tiga atau empat hari dosis AstraZeneca yang tersisa. Sementara tangki oksigen di kota itu tetap langka.

Para ahli khawatir gelombang tak terkendali akan segera terjadi.

Selain beberapa desa terpencil di Himalaya, lonjakan kasus juga terjadi di kota-kota perbatasan timur laut India, yang lebih dekat dengan Myanmar, Bangladesh dan Bhutan daripada ke New Delhi.

Secara nasional, Kementerian Kesehatan India melaporkan 360.000 kasus baru dalam 24 jam terakhir pada Senin (10/5/2021), dengan lebih dari 3.700 kematian.

Sejak pandemi dimulai, India telah melihat lebih dari 22,6 juta infeksi dan lebih dari 246.000 kematian. Keduanya, kata para ahli, hampir pasti kurang tepat.

Artikel asli : kompas.com

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *