BULAN Ramadhan telah tiba, umat Islam diwajibkan melaksanakan ibadah puasa. Kewajiban puasa jadi bagian dari salah satu rukun Islam. Dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Puasa adalah ibadah yang pengawasannya dilakukan langsung oleh Allah Ta’ala.Oleh karena itu, balasan bagi orang yang berpuasa pun langsung oleh Allah Swt, yaitu berupa surga-Nya di akhirat kelak.
Karena itu, tasawuf mengklasifikasikan level orang berpuasa menjadi tiga tingkatan, seperti dijelaskan Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin, dilansir dari laman jatman, Sabtu (25/4/2020).
Pertama, puasa orang awam
Puasa level pertama disebut sebagai shaumul umum atau puasanya orang awam. Level puasa ini adalah yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang atau sudah menjadi kebiasaan umum. Biasa-biasa saja, atau mungkin kalau di-scoring nilanya baru good, belum very good apalagi exellent.
Praktik puasa yang dilakukan di level ini sebatas menahan haus dan lapar serta hal-hal lain yang membatalkan puasa secara syariat.
Kedua, puasanya orang khusus
Kedua disebut sebagai shaumul khushus atau puasanya orang-orang spesial. Level nilainya very good. Mereka berpuasa lebih dari sekadar untuk menahan haus, lapar dan hal-hal yang membatalkan.
Tapi mereka juga berpuasa untuk menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan segala anggota badannya dari perbuatan dosa dan maksiat. Mulutnya bukan saja menahan diri dari mengunyah, tapi juga menahan diri dari menggunjing, bergosip, apalagi memfitnah.
Kalau zaman sekarang, mungkin termasuk juga menahan jari-jarinya agar tidak menyebarkan berita-berita bohong atau hoax.
Ketiga, Puasa Orang Super-Khusus
Ini level yang paling tinggi menurut klasifikasi Imam Al-Ghazali, disebut shaumul khushusil khushus. Inilah praktik puasanya orang-orang istimewa, exellent.
Mereka tidak saja menahan diri dari maksiat, tapi juga menahan hatinya dari keraguan akan hal-hal keakhiratan. Menahan pikirannya dari masalah duniawiyah, serta menjaga diri dari berpikir kepada selain Allah.
Standar batalnya puasa bagi mereka sangat tinggi, yaitu apabila terbersit di dalam hati dan pikirannya tentang selain Allah, seperti cenderung memikirkan harta dan kekayaan dunia.
Bahkan, menurut kelompok ketiga ini puasa dapat terkurangi nilainya dan bahkan dianggap batal apabila di dalam hati tersirat keraguan, meski sedikit saja, atas kekuasaan Allah.
Puasa kategori level ketiga ini adalah puasanya para nabi, shiddiqin dan muqarrabin, sementara di level kedua adalah puasanya orang-orang shalih.
Lantas, sudah berada dimana tingkatan puasa kita selama ini ?
Upaya Imam Al-Ghazali mengklasifikasi orang berpuasa ke dalam tiga level tersebut, tak lain tujuannya adalah agar kita yang setiap tahun berpuasa Ramadhan bisa menapaki tangga yang lebih tinggi dalam kualitas ibadah puasanya.
Sumber : okezone.com