Syahdan, Abu Nawas dikenal sebagai orang yang gemar berbuat maksiat dan agak gila. Dia gemar minum khamer hingga dia mendapat julukan Penyair Khamer. Abu Nawas pernah membuat syair seperti ini:
“Biarkan masjid diramaikan oleh orang-orang yang rajin ibadah Kita di sini saja, bersama para peminum khamer, dan saling menuangkan Tuhanmu tidak pernah berkata, Cilakalah para pemabuk. Tapi Dia pernah berkata, Cilakalah orang-orang yang shalat.”
Gara-gara syairnya ini, Khalifah Harun Ar-Rasyid marah dan ingin memenggal leher Abu Nawas. Tapi, ada orang yang mengatakan kepada Ar-Rasyid: “Wahai Amirul Mukminin, para penyair mengatakan apa-apa yang tidak mereka lakukan. Maafkanlah dia (Abu Nawas)”.
Menurut satu riwayat, ketika Abu Nawas meninggal dunia, Imam Syafi’i tidak mau menshalati jenazahnya. Namun, ketika jasad Abu Nawas hendak dimandikan, di kantong baju Abu Nawas ditemukan secarik kertas bertuliskan syair berikut ini:
“Wahai Tuhanku, dosa-dosaku terlalu besar dan banyak, tapi aku tahu bahwa ampunan-Mu lebih besar. Jika hanya orang baik yang boleh berharap kepada-Mu, kepada siapa pelaku maksiat akan berlindung dan memohon ampunan? Aku berdoa kepada-Mu, seperti yang Kau perintahkan, dengan segala kerendahan dan kehinaanku. Jika Kau tampik tanganku, lantas siapa yang memiliki kasih-sayang? Hanya harapan yang ada padaku ketika aku berhubungan dengan-Mu dan keindahan ampunan-Mu dan aku pasrah setelah ini.”
Setelah membaca syair tersebut, Imam Syafi’i menangis sejadi-jadinya. Dia langsung menshalati jenazah Abu Nawas bersama orang-orang yang hadir.
Artikel asli : nu.or.id