Setiap orang akan menghampiri kematian tapi tidak ada yang pernah tahu kapan, dimana dan bagaimana kematian itu akan terjadi. Untuk itu kita harus mempersiapkan diri sebaik mungkin menuju kehidupan yang abadi di akhirat kelak.
Kisah ini berawal saat terjadi perang Badr yang memiliki pasukan sebanyak 313 orang dengan senjata yang minim, seperti sekop, pacul, alat-alat dapur, dan alat-alat pertanian.
Hal ini terasa wajar karena kaum Anshor yang merupakan penduduk asli Madinah memiliki mata pencaharian sebagai petani sehingga mereka tidak biasa berperang melainkan bertani. Berbeda dengan kaum Muhajjirin Mekkah yang sudah terbiasa berperang.
Dengan peralatan dan senjata yang sederhana ini, mereka dapat mengalahkan pasukan Kafir Quraisy yang jumlahnya lebih banyak, yakni dengan 1000-an orang. Padahal, peralatan dan senjata mereka lebih lengkap dan terlatih.
Jika kita pikir-pikir, mungkin akan timbul keheranan, bagaimana mungkin pasukan dengan jumlah yang banyak dan peralatan lebih lengkap kalah dengan kaum Anshor.
Kesederhanaan ini tidak hanya terjadi pada alat dan senjatanya saja tapi juga pada transportasinya. Satu kuda saja bisa ditunggangi oleh lebih dari satu orang, bahkan keledai pun juga digunakan sebagai sarana untuk berperang.
Meskipun demikian, 313 orang yang mencintai Rasulullah telah tersihir dengan kecintaan yang begitu besar pada Nabi. Demi cintanya ini, mereka pun memiliki semangat yang penuh untuk bisa mengalahkan lawan mereka.
Allah telah memberikan kemenangan pada pasukan sayyidina Muhammad SAW karena beliau adalah kekasih Allah. Seusai perang, Rasulullah mendatangi para pembesar Kafir Quraisy yang gugur di peperangan tersebut.
Nabi bertanya pada Abu Jahal, bukankah mereka telah memperoleh apa yang dijanjikan Allah? Sesungguhnya Rasulullah telah mendapatkan jika semua janji Allah itu adalah benar.
Saat itulah Umar bin Khattab melihat Rasulullah sedang berbicara dengan mayat, segeralah ia mendatangi Rasulullah dan bertanya apakah beliau sedang berbicara dengan bangkai-bangkai itu? Bagaimana mereka dapat mendengarkan ucapan beliau?
Sungguh, karena pertanyaan inilah kita bisa mengetahui suatu hal yang berharga bahwa sebenarnya mayat-mayat itu mampu mendengarkan segala ucapan kita yang masih hidup.
Kemudian Rasulullah bersabda bahwa jika kita masuk ke pemakaman dan mengucapkan salam maka para ahli kubur itu pun menjawab salam kita. Itulah mengapa Rasulullah memerintahkan kita mengucapkan salam saat datang berziarah ke pemakaman.
Begitu juga saat kita berziarah di makam Rasulullah maka hendaklah mengucapkan Assalamu’alaikum ya Rasulullah maka Nabi pun akan menjawab salam kita, meskipun berada di lain dunia. Bahkan, kita masih bisa menjalin keeratan dengan Rasulullah saat menunaikan ibadah shalat dengan mengucapkan shalawat pada Nabi Muhammad SAW.
Meskipun para ahli kubur ini tidak akan menjawab secara langsung, tapi selalu ucapkanlah salam pada mereka. Jika mereka mampu menjawabnya secara langsung maka semua orang pun akan berhamburan pergi meninggalkan makam tersebut.
Penjelasan kisah Nabi Muhammad di atas, tidak hanya menunjukkan kabar bahwa mayit mendengarkan ucapan kita, tapi bukti bahwa Allah selalu menepati setiap janji-Nya sehingga tidak ada lagi yang harus kita ragukan atas ketetapan Allah dan janji-Nya.
Percayalah bahwa setiap janji Allah akan ditepati, baik bagi mereka yang ingkar kepada-Nya ataupun bagi mereka yang taat pada Allah seperti ketika Nabi Muhammad SAW berbicara dengan mayat.
Sumber:Â dunia-muslim.id