Sebagaimana yang kita maklumi bahwa, komunikasi dengan tulisan melalui jaringan internet atau yang lebih dikenal dengan ‘chatting’ baru muncul dan popular beberapa tahun terakhir.
Yaitu, tepatnya setelah ditemui jaringan internet. Karena itu dalam kitab-kitab ulama terdahulu khususnya buku fiqh, istilah ini tidak akan ditemui. Namun asas bagi hukum ‘chatting’ ini sebenarnya sudah dibahas oleh ulama, jauh sebelum jaringan internet ditemukan.
‘Chatting’ dengan lawan jenis yang bukan mahram sama halnya dengan berbicara melalui telepon, SMS, dan berkirim surat. Semuanya ada persamaan. yaitu sama-sama berbicara antara lawan jenis yang bukan mahram. Persamaan ini juga mengandung adanya persamaan hukum. Karena itu, ada dua perkara berkaitan yang perlu kita bahas sebelum kita lebih jauh membicarakan hukum ‘chatting’ itu sendiri.
Pertama, adalah hukum bicara dengan lawan jenis yang bukan mahram.
Berbicara antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram pada dasarnya tidak dilarang apabila pembicaraan itu memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh syara’.
Seperti pembicaraan yang mengandung kebaikan, menjaga adab-adab kesopanan, tidak menyebabkan fitnah dan tidak khalwat. Begitu jika hal yang penting atau berhajat umpamanya hal jual beli, kebakaran, sakit dan seumpamanya maka tidaklah haram.
Dalam sejarah kita lihat bahwa isteri-isteri Rasulullah SAW berbicara dengan para sahabat, ketika menjawab pertanyaan yang mereka ajukan tentang hukum agama. Bahkan ada antara isteri Nabi SAW yang menjadi guru para sahabat selepas wafatnya baginda yaitu Aisyah RA.
Dalam hal ini, Allah SWT berfirman yang artinya: “Karena itu janganlah kamu (isteri-isteri Rasul) tunduk(yakni melembutkan suara) dalam berbicara sehingga orang yang dalam hatinya ada penyakit memiliki keinginan buruk. Tetapi ucapkanlah perkataan yang baik”. (QS. al-Ahzab: 32)
Imam Qurtubi menafsirkan kata ‘Takhdha’na’ (tunduk) dalam ayat di atas dengan arti lainul qaul (melembutkan suara) yang memberikan rasa ikatan dalam hati. Yaitu menarik hati orang yg mendengarnya atau membacanya adalah dilarang dalam agama kita.
Artinya pembicaraan yang dilarang adalah pembicaraan yang menyebabkan fitnah dengan melembutkan suara. Termasuk di sini adalah kata-kata yang diungkapkan dalam bentuk tulisan.
Karena dengan tulisan seseorang juga bisa mengungkapkan kata-kata yang menyebabkan seseorang merasakan hubungan istimewa, kemudian menimbulkan keinginan yang tidak baik.
Termasuk juga dalam melembutkan suara adalah kata-kata atau isyarat yang mengandung kebaikan, namun ia boleh menyebabkan fitnah. Yaitu dengan cara dan bentuk yang menyebabkan timbulnya perasaan khusus atau keinginan yang tidak baik pada diri lawan bicara yang bukan mahram. Baik dengan suara ataupun melalui tulisan.
Jika ada unsur-unsur demikian ia adalah dilarang meskipun pembicara itu mempunyai niat yang baik atau niatnya biasa-biasa saja. Adapun khalwat, hukumnya dilarang dalam agama Islam. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW yang artinya:
Khalwat adalah perbuatan menyepi yang dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram dan tidak diketahui oleh orang lain. Perbuatan ini dilarang karena ia dapat menyebabkan atau memberikan peluang kepada pelakunya untuk terjatuh dalam perbuatan yang dilarang.
Kerana ada sabda Nabi SAW bermaksud: “Tiadalah seorang lelaki dan perempuan itu jika mereka berdua-duaan melainkan syaitanlah yang ketiganya,” (Hadis Sahih).
Khalwat bukan saja dengan duduk berduaan. Tetapi berbual-bual melalui telepon di luar keperluan syar’i juga dianggap berkhalwat. Karena mereka sepi dari kehadiran orang lain, meskipun secara fisik mereka tidak berada dalam satu tempat. Namun melalui telepon mereka lebih bebas membicarakan apa saja selama berjam-jam tanpa merasa dikawal oleh siapapun juga.
Dan haram juga ialah perkara-perkara syahwat yang membangkitkan hawa nafsu contohnya yang berlaku pada kebanyakkan muda-mudi atau remaja-remaja sekarang dimana sms atau email atau Facebook atau sejenisnya menjadi alat untuk memadu kasih.
Semuanya dijadikan alat memuaskan nafsu di antara pasangan dan masing-masing melunaskan keinginan dan nafsu semata-mata. Membincangkan perkara-perkara cabul lebih-lebih lagi hukumnya adalah haram.
Alhasil, Hukum chatting sama dengan menelepon sebagai mana yang sudah kita terangkan di atas. Artinya chatting di luar keperluan yang syar’i termasuk khalwat.
Begitu juga dengan SMS. Walaupun dengan niat berdakwah. Karena berdakwah kepada lawan jenis bukanlah suruhan agama kerana Allah telah menetapkan untuk berdakwah kepada lelaki adalah lelaki juga, begitu juga sebaliknya.
Namun bila ada tuntutan syar’i yang darurat, maka itu diperbolehkan sesuai keperluan. Tentunya dengan syarat-syarat yang sudah kita jelaskan di atas. Di sinilah menuntut kejujuran kita kepada Allah dalam mengukur sejauhmana urusan kita itu satu keperluan atau mengikut nafsu semata-mata.
sumber:kabarhijrah.com