Mubaligh di Pacitan ini punya cara unik dalam berdakwah. Tak harus mengundang banyak jemaah untuk menyimaknya berceramah.
Sang kiai sepuh menjadikan pengeras suara masjid sebagai penyambung lidah. Pesan-pesan ilahiyah pun membahana tiap siang menjelang senja saat Ramadhan 2020.
Sebuah ruangan berukuran 3 x 3 meter menjadi mimbar pribadi KH Imam Sodiq Sudja (71). Tempat itu bukan mihrab, melainkan kaki menara Masjid Al Huda, Lingkungan Peden, Kelurahan Ploso.
Hanya dilengkapi satu meja kayu dan sebuah kursi tua. Di atas kursi itu Sodiq duduk menghadap meja dengan dua kitab di atasnya. Masing-masing Al Quran dan Kitab Hadits.
Sebuah mikrofon tergeletak di atas meja. Kabel berwarna hitam menjuntai hingga terhubung dengan instalasi pengeras suara. Tangan kanan Kiai Sodiq meraih mikrofon.
Dia lantas mencucap salam menandai dimulainya taklim. Hampir tanpa jeda, suaranya membahana melalui 3 corong yang terpasang di ujung menara.
“Betapa besar nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita. Sampai-sampai kita tidak mungkin bisa menghitungnya,” begitu penggalan kalimatnya mengupas isi surat An Nahl.
Di luar aktivitas sebagai dai, Alumni Ponpes Tremas tersebut sengaja memilih pola dakwah berbeda. Segmennya pun tidak melulu jemaah yang berkumpul di sebuah majelis.
Bapak tiga putra tersebut memang tidak mengundang warga sekitar untuk datang masjid mengikuti kajian. Sebaliknya, mereka bisa menyimak dari rumah sembari melakukan rutinitas masing-masing.
“Untuk yang di rumah tetap bisa mendengarkan, demikian pula yang di sawah tetap bisa menyimak sambil bekerja,” katanya ditemui detikcom, Rabu (20/5/2020).