TAK sedikit korban kejahatan di dunia seringkali bertanya, “Jika ada Allah Yang Kuasa yang dipenuhi dengan kasih dan sayang kepada makhluk-Nya, lalu mengapa Allah izinkan kejahatan itu ada?”
Pertanyaan tersebut seringkali diarahkan pada argumen tentang ketiadaan Tuhan. Banyak yang berpendapat jika Allah benar-benar ada maka ia adalah Yang Mahakuasa, Mahatahu dan senantiasa memberikan hal-hal baik. Namun nyatanya, kejahatan di dunia masih ada, sehingga muncul anggapan yang merasa hal ini kurang logis rasanya dengan kebenaran akan adanya Allah.
Dalam Islam diajarkan bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah memiliki sifat-sifat terpuji, di mana hal ini tentunya tidak sesuai dengan hal-hal kejahatan yang bertentangan dengan logika tadi. Ini juga termasuk pada ajaran Islam tentang Allah bahwa Dia-lah satu-satunya yang sempurna, karena Dia tidak menderita atau mengalami mati, karena hal tersebut bertentangan dengan sifat-Nya yang kekal dan abadi.
Terkait adanya kejahatan, tentu Allah Ta’ala memiliki alasan yang baik mengapa membiarkan adanya kejahatan di kehidupan dunia. Dari Alquran dapat dipahami bahwa Allah memberikan kehendak akan kebebasan kepada manusia untuk memilih antara kejahatan yang buruk atau kebaikan yang terpuji, hal ini ada sebagai pertimbangan untuk menguji manusia.
Sebagaimana disampaikan firman Allah dalam Surat Al-Anbiya ayat 35:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Artinya: “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami. (QS. Al-Anbiya: 35).
Adanya kebebasan yang dikehendaki Allah kepada manusia itulah yang memungkinkan adanya manusia yang memilih terjerumus dalam keburukan dan kejahatan dibandingkan dengan kebaikan. Tidaklah Allah memaksakan makhluknya untuk hanya memilih yang baik, karena akan melibatkan ketidakmungkinan yang logis dibalik konsep kebebasan tadi.
Sebagai makhluk yang diberi akal, manusia tentu tahu bahwa sebagian besar hal yang membuat kita hidup layak didapati dengan memiliki kehendak akan kebebasan. Tanggung jawab moral, rasa pencapaian individu, dan hubungan pribadi adalah beberapa contoh hal berharga yang tak mungkin ada tanpa adanya unsur kebebasan dalam kehidupan ini.
Terlepas dari konsep kejahatan, beberapa orang bertanya mengapa bencana alam masih terjadi dan Allah izinkan akan hal itu.
Melansir dari laman About Islam, adanya bencana alam ialah buah dari sebab dan akibat dari hal-hal yang merupakan bagian dari alam. Seperti halnya api yang dapat membantu kita memasak makanan, namun di sisi lain api juga memiliki potensi untuk membakar rumah.
Artinya, hal-hal yang sangat berguna dalam kehidupan pastilah memiliki sisi yang dapat menyebabkan kerusakan. Hal ini ialah tentang bagaimana kita mengaturnya dan memanfaatkannya untuk fokus pada hal-hal bertujuan baik.
Keburukan, baik bencana atau kejahatan, bagaikan kembar yang tak terpisah dari segala unsur kebaikan. Karenanya, yang baik di dunia ini tidak mungkin ada tanpa adanya hal yang buruk, karena keduanya adalah ibarat dua sisi dari satu koin yang sama. Terkait kedua sisi itu, tinggalah tentang kita yang memandangnya secara relatif.
Kita mampu menghadirkan kebaikan, atau mengganti kejahatan dengan kebaikan. Segala ketidaksempurnaan dan kekurangan di dunia ini baiknya akan memberikan peluang bagi kita untuk melakukan upaya kreatif untuk lebih memperbaiki segala keadaan, dan membuat hidup serta pekerjaan menjadi lebih bermakna.
Singkatnya, baik kebaikan maupun kejahatan ialah dua hal yang sama-sama diperlukan untuk pengembangan spiritual manusia. Agar jiwa tumbuh selayaknya, maka harus dapat mengatasi kejahatan dan membiasakan diri untuk berbuat baik secara seimbang.
Allah Ta’ala berfirman dalam Alquran, yang artinya: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar,” (QS. Fusshilat: 34-35).
Yang jika dimaknai, kita harus melawan kejahatan dengan kebaikan. Untuk melakukannya, perlu kesabaran yang besar. Bagi orang-orang yang beriman, kebaikan tidaklah merusak mereka, dan kejahatan juga tak membuatnya putus asa. Kesabaran yang dimiliki orang beriman ialah terbagi menjadi dua, yakni kesabaran yang diuji atas moral dan atas suatu peristiwa bencana.
Contoh dari ujian moral adalah uji kesabaran akan penghinaan yang dialami oleh orang beriman atas orang yang sombong. Di sinilah orang beriman akan diuji untuk mengendalikan amarahnya dengan sabar. Kesabaran lainnya ditunjukkan dengan kondisi bencana alam, di mana banyak orang mulai dari anak-anak hingga orang dewasa menderita karenanya.
Saat mendapati orang lain tertimpa musibah, orang-orang beriman senantiasa tak mengutuk Tuhan atas apa yang terjadi, namun mereka menganggapnya sebagai ujian bagi iman mereka, sehingga mereka akan lebih ikhlas dan bahkan ikut turun membantu para korban sebisa yang mereka lakukan.
Lalu, jika mereka sendiri yang menjadi korban, mereka akan senantiasa bersabar dan memohon ampun kepada Allah atas bencana ini, dan memohon perlindungan kepada-Nya.
Dari Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam bersabda:
“Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya,”.
Dan Allah Ta’ala berfirman dalam Alquran, yang artinya: “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,” (QS. Al-Baqarah: 45).
Orang-orang yang beriman senantiasa memiliki keyakinan bahwasanya semua hal dan peristiwa yang terjadi adalah atas kehendak dan kendali Allah. Karenanya, mereka tidak akan pernah kehilangan harapan, karena mereka percaya pada kebaikan dan kemurahan Allah yang abadi.
Sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 286 yang artinya:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir,” (QS. Al-Baqarah: 286).
Dan juga tertulis dalam Surat Al-A’raf ayat 156, yang artinya:
“Dan tetapkanlah untuk kami kebaikan di dunia ini dan di akhirat. Sungguh, kami kembali (bertobat) kepada Engkau. (Allah) berfirman, “Siksa-Ku akan Aku timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami,” (QS. Al-A’raf: 156).
Percayalah, kemurahan Allah meliputi segalanya, Dia akan cukupkan kebutuhan semua makhluknya bahkan dari cara yang paling tidak terduga.
Artikel Asli : okezone.com