Karamah Kiai Syafaat tidak bisa dilepaskan dari ketekunan dan keistiqamahannya dalam membimbing ummat. Kiai Syafaat adalah satu di antara sekian banyak Kiai yang mampu membaca pikiran dan sering bertemu Imam al-Ghazali.
Kebesaran suatu lembaga, atau lebih khususnya, pesantren tak bisa lepas dari sosok pendirinya. Niat pendirian, teladan yang diajarkan, dan tirakat yang dilakoni sang pendiri akan sangat menentukan bagaimana nanti pesantrennya ke depan. Hal demikian juga berlaku untuk Pondok Pesantren Darussalam, Blokagung, Banyuwangi.
Adalah KH. Mukhtar Syafa’at yang menjadi tokoh inti pendirian pesantren yang berada di bumi Blambangan ini. Ia dikenal sebagai sosok yang penuh kharisma dan sangat humanis. Zamakhsyari Dhofier mengatakan bahwa dalam dakwahnya, Kiai Syafa’at, begitu biasanya beliau dipanggil, adalah ulama yang bisa mengimbangi dinamika yang terjadi di masyarakat dan juga mereparasinya, tanpa merusak bagian-bagian yang menjadi prinsip.
Sebagaimana terkenal dalam dunia ulama-wali, kisah-kisah yang bersifat khariq al-adat (di luar adat kebiasaan, supranatural) selalu tumbuh berkelindan di sekitarnya. Hal ini yang juga ada pada sosok Kiai Syafa’at. Meski berpagi-pagi harus diakui, hal-hal demikian memang nyata dan ada, namun itu bukan merupakan syarat seorang layak disebut ulama. Begitu kurang lebih penjelasan M. Quraish Shihab dalam acara Shihab & Shihab bersama Najwa Shihab dan Gus Baha’ beberapa waktu lalu.
Berikut beberapa karamah Kiai Syafaat yang layak diketahui:
Mampu Membaca Pikiran
Tholib, salah satu santri kalong (santri yang ikut mengaji di pesantren namun tinggal di rumah) Kiai Syafa’at, suatu ketika pusing perihal masalah ekonomi. Maklum saat itu ia baru saja menikah. Kegundahan hatinya itu mendorongnya untuk sowan kepada Kiai. Namun ketika sudah bertemu dengan Kiai, Tholib malah mengurungkan diri untuk mengutarakan niat awal kedatangannya itu, karena merasa tidak pantas sowan Kiai hanya untuk urusan seperti itu.
Seketika Tholib urung melaporkan masalah ekonomi yang ia hadapi, Kiai Syafa’at langsung mengatakan, “Begitu saja kok bingung. Perbanyaklah baca wirid!. Insyaallah tahun depan kamu naik haji”. Ia pun mengamalkan wirid-wirid yang telah diajarkan Kiai. Dan terbukti, setahun kemudian, bersama sang istri, Tholib menunuaikan ibadah haji (peraturan haji saat itu belum seperti sekarang, yang harus mengantri dan menunggu beberapa tahun).
Berada di rumah, Meski Sedang Haji
Ihsan adalah salah satu tetangga Kiai Syafa’at. Rumanhnya tak jauh dari lokasi pesantren. Saat Kiai Syafa’at sedang menunaikan ibadah haji, ia kedatangan seorang teman yang ingin diantarkan sowan kepada Kiai Syafa’at. Ihsan pun mengatakan apa adanya. Namun sang teman tetap bersikukuh memintanya untuk diantarakan ke ndalem (rumah) Kiai. Ia pun akhirnya mengantarkan namun hanya sampai depan rumah.
Ia juga meyakini pasti pihak keluarga Kiai akan mengatakan kepada temannya itu bahwa Kiai memang sedang berada di tanah suci. Ternyata sang teman lumayan lama di rumah Kiai, Ihsan pun akhirnya memutuskan untuk undur diri dan menunggu sang teman di rumahnya. Beberapa saat kemudian, sang teman datang dan mengatakan bahwa ia barusan bertemu dengan Kiai Syafa’at dan berbincang-bincang selama satu jam. Lho, kok, bisa?. Wallahu a’lam.
Bertemu dengan Imam Ghazali
Suatu ketika, salah satu putra Kiai Syafa’at merasa penasaran dengan sosok Imam Ghazali. Pasalnya, saat itu banyak dijumpai gambar-gambar yang dijual bebas yang mana diklaim sebagai foto/lukisan sang hujjatul Islam. Sang putra bertanya kepada Kiai Syafa’at tentang Imam Ghazali yang seringkali difigurkan sebagai pribadi yang memiliki jenggot tebal, jidatnya hitam, memegang tasbih yang panjang lagi besar, dan selalu berada di masjid.
Mendengar penuturan anaknya, Kiai Syafa’at hanya tersenyum dan berkata, “Gambar yang dijual oleh orang-orang itu tidak mirip sama sekali dengan sosok Imam Ghazali, Nak!. Tapi, tak masalah. Mereka hanya menjual. Yang menggambar pun hanya berupaya mengira-ira sendiri dan dicocokkan dengan kealiman dan ketokohan Imam Ghazali”
Lebih lanjut, Kiai Syafa’at mengatakan bahwa Imam Ghazali adalah sosok yang kurus, mengenakan pakaian yang sederhana, jenggot dan jidatnya tak seperti yang di gambar, serta ia tidak selalu ada di masjid. Jelas, ini sebagai isyarat bahwa sang Kiai pernah bertemu dengan Imam Ghazali, baik langsung atau lewat mimpi.
Demikain beberapa karamah yang dimiliki Kiai Syafa’at yang penulis sarikan dari buku biografi tentang beliau yang berjudul “Mbah Kiai Syafa’at Bapak Patriot dan Imam Ghazalinya Tanah Jawa”, karya Muhammad Fauzinuddin Faiz (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2015). Semoga bermanfaat dan menambah keimanan kita bahwa jika Allah berkehendak, maka semua bisa saja terjadi, terutama kepada para kekasihNya!.
Artikel asli : harakah.id