ABU Jahal akan dikenang sepanjang masa, bisa jadi sampai Kiamat nanti. Dia adalah tokoh antagonis, musuh bebuyutan Rasulullah SAW sepanjang masa. Abu Jahal mati secara mengenaskan dalam Perang Badar , perang besar pertama kaum muslimin dengan kafir Quraisy .
Sampai kini, kuburan Abu Jahal bersama 69 anggota pasukan kafir Quraisy masih ada, kendati tidak terawat. Belum lama ini Kanal YouTube Bung Hasibuan menayangkan kuburan dedengkot kaum kafir Quraisy itu. Kesannya, angker.
Yang dibilang kuburan itu sejatinya hanyalah tanah lapang yang ditumbuhi beberapa pohon berduri. Kesannya tak terurus.
Di kanan-kiri tanah lapang itu berdiri bangunan. Bahkan di dekat kuburan itu ada bekas kesibukan alat berat yang meratakan tanah. Ada bekas-bekas ban kendaraan berat di sana. “Mirip Lubang Buaya,” tutur Bung Hasibuan, menggambarkan kondisi daerah tersebut. “Merinding,” lanjutnya, menggambarkan perasaannya.
Kuburan Abu Jahal berada di Kota kecil Badar. Kota ini terletak 152 km arah barat daya Madinah. Kini untuk ke sana dari Madinah bisa ditempuh dalam waktu 1 jam 30 menit.
Jalanannya mulus, masing-masing terdiri dari tiga jalur dalam dua arah dengan pembatas beton marka yang rapi. Sepanjang perjalanan tidak banyak ditemui pemukiman.
Kanan kiri jalan hanya gunung batu. Setelah 1 jam perjalanan, ditemukan kompleks industri Al Musayjid. Tidak jauh berikutnya terdapat pemukiman kota kecil Al Hasaniyah. Ketika bertemu dengan barisan gunung berselimut pasir gurun, pertanda Badar sudah dekat.
Selain mayat 70 kafirun yang tewas dalam perang Badar, di kota ini terdapat pula makam syuhada’. Di sana ada tugu peringatan syuhada Badar.
Matinya Abu Jahal
Mari kita menengok lagi jauh ke belakang. Terik mentari di Kampung Badar, Madinah , pada 17 Ramadan 2 H, bertepatan dengan 13 Maret 624, terasa lebih panas dari biasa. Pada hari itu pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang berhadapan dengan pasukan Quraisy dari Makkah yang berjumlah 1.000 orang.
Perang belum lagi pecah, ketika seorang sahabat Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam (SAW), Abdurrahman bin Auf , berhenti di tengah barisan pasukan Muslimin. Tiba-tiba seorang pemuda berusia 16 tahun mendekatinya. “Wahai paman, apakah paman mengenal Abu Jahal?” tanya pemuda penduduk asli Madinah itu, seperti dikutip dalam Ringkasan Shahih Muslim tulisan M Nashiruddin al-Albani.
“Ya, kenal. Tetapi, ada keperluan apa kamu dengannya?” tanya Abdurrahman bin Auf.
“Saya mendengar Abu Jahal selalu memaki-maki Rasulullah SAW selama di Makkah. Demi Allah yang menguasai diriku; kalau saya melihatnya (Abu Jahal), tidak akan berpisah sebelum salah satu dari kami mati terlebih dahulu!” tegas pemuda itu yang belakangan diketahui bernama Mu’adz bin Afra.
Abdurrahman bin Auf sangat terkesan dengan kata-kata pemuda itu. Belum lagi hilang rasa takjubnya, tidak lama berselang, datang pemuda lainnya yang juga dari Anshar . Pemuda ini ternyata adik Mu’adz, yakni Mu’awwidz bin Afra. “Wahai paman, apakah paman tahu Abu Jahal?” pertanyaan yang sama disampaikan kepada Abdurrahman bin Auf.
“Ya, dan apa keperluanmu dengannya?”
“Saya mendengar Abu Jahal selalu bersikap keras terhadap Rasulullah SAW di Makkah. Demi Allah, saya ingin membunuhnya,” jawab sang adik usia 15 tahun itu.
Di kejauhan Abdurrahman melihat sosok Abu Jahal. “Itu Abu Jahal!” seru Abdurrahman bin Auf sambil menunjuk orang yang dimaksud.
Kala itu, Abu Jahal sendiri sudah menyadari bahwa dirinya akan menjadi sasaran utama kaum muslimin. Itu sebabnya ia dijaga ketat pasukan kafir Quraisy. Tatkala dua pemuda itu melesat maju bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya, Abu Jahal dilindungi 10 lapis pasukan bersenjatakan lengkap.
Pemuda 15 tahun, Mu’awwidz, menerjang pasukan musyrikin itu untuk dapat menebas Abu Jahal. Pedangnya sukses melukai paha Abu Jahal dengan sayatan yang dalam. Hanya saja, Mu’awwidz syahid sebelum berhasil membunuh Abu Jahal. Selanjutnya, Mu’adz bin Afra juga melukai kaki sebelah Abu Jahal, sebelum dirinya juga syahid.
Tubuh Abu Jahal limbung dan akhirnya tersungkur ke tanah. Darah mengucur deras. Pada saat itu Ibnu Mas’ud mendekati dengan pedang terhunus. Ia berdiri di tengah tubuh Abu Jahal yang dipenuhi luka-luka.
Saat Ibnu Mas’ud hendak memenggal lehernya, Abu Jahal memberi isyarat dengan matanya seperti ingin mengucapkan sesuatu. Kemudian Ibnu Mas’ud menahan pedangnya dan mendekatkan telinganya ke mulut Abu Jahal. Ibu Mas’ud mengira Abu Jahal akan bersyahadat. Nyatanya tidak begitu.
“Sampaikan salamku kepada temanmu, bilang ke dia saya musuh dia dunia akhirat,” begitulah kalimat yang keluar dari mulut Abu Jahal. Dia tetap menyombongkan diri padahal kondisi sudah kritis dan tak berdaya.
Mendengar ucapan Abu Jahal itu, Ibnu Mas’ud mengangkat pedangnya dan menebas batang leher Abu Jahal.
Nabi SAW bertanya, “Apa yang diucapkannya?” Ibnu Mas’ud menjawab: “Dia katakan dia musuh Nabi Muhammad SAW dunia dan akhirat.”
Bicara dengan Mayat
Endingnya, pasukan muslimin yang lebih mini itu berhasil mengalahkan pasukan kafir Quraisy. Jumlah korban dalam perang ini mencapai 14 orang dari pasukan muslimin sahid dan 70 orang pasukan kafir tewas. Selain itu, pasukan muslimin berhasil menawan 70-an orang pasukan kafir Quraisy.
Seperti yang sudah disebut di atas, salah satu dari 70 orang anggota pasukan kafir Quraisy itu yang mati iu adalah musuh abadi Rasulullah SAW, Abu Jahal.
Di tempat itu pula 70 orang itu dikubur. Setelah mereka ditimbun tanah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam mendekati kubur mereka. Sebagaimana diriwayatkan secara muttafaq ‘alaih, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam lalu mengajak bicara orang-orang kafir yang telah mati itu di dalam kuburnya.
“Hai Abu Jahal bin Hisyam, hai ‘Utbah bin Rabi’ah dan Syaibah bin Rabi’ah,” seru Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam menyebut nama-nama petinggi Quraisy lainnya, “apakah kalian telah mendapati apa yang telah dijanjikan oleh Rabb kalian itu benar?”
Para sahabat terperanjat dengan apa yang dilakukan Rasulullah itu. “Ya Rasulullah,” tanya ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, “Bagaimana engkau mengajak bicara orang-orang yang telah menjadi bangkai?”
“Demi Zat yang jiwaku berada di Tangan-Nya,” jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “kalian tidak lebih mendengar pertanyaan (perkataan)ku itu melebihi mereka. Hanya saja, mereka tidak dapat menjawab.”
Artikel asli : sindonews.com