“Ma, maksudnya, Gus?”
“Ya simpelnya, pertanyaanmu itu bentuk kamu meremehkan keimanan umat agama lain namanya,” kata Gus Mut.
“Lah kok gitu, Gus?”
“Gini, Fan. Kamu ini kan bertanya soal nasib orang-orang yang nggak Islam, orang yang nggak peduli akan ayat… hanya orang muslim yang masuk surga, lalu dari sana kamu malah bertanya mengapa mereka tak berhak masuk ke surganya orang Islam. Nah, itu kan pertanyaan yang aneh sekali?”
“Aneh? Aneh dari mananya, Gus?”
“Ya aneh dong. Mereka aja tak peduli soal klaim surga hanya untuk orang Islam kok, lantas buat apa pertanyaanmu tadi? Ingat, Fan, mereka itu juga punya keimanan sendiri,” kata Gus Mut.
“Eee, lantas?”
“Ya, lantas bagaimana bisa kamu berhak mewakili kegelisahan umat agama lain yang muncul dari imajinasimu sendiri? Umat dari agama lain kan punya konsep surganya sendiri-sendiri. Hargai juga konsep mereka. Cukup kamu tak percaya keimanan mereka aja, jangan sampai muncul perasaan meremehkan agama mereka kayak gitu,” kata Gus Mut.
“Ya bukan meremehkan sih, Gus. Saya ini suka memikirkan kesialan mereka di akhirat nanti, terutama mereka yang nggak Islam itu. Lagian, pikiran kayak gitu kan justru bentuk kepedulian saya dong. Ingin gitu rasanya saya menyelamatkan mereka,” kata Fanshuri.
Kali ini Gus Mut tak bisa menahan diri untuk tidak terkekeh.
“Fan, justru pemikiran yang kamu anggap sebagai bentuk kepedulian itu berbahaya,” kata Gus Mut.
“Lah? Kok malah berbahaya, Gus? Kan bagus kalau semakin banyak orang masuk surga,” kata Fanshuri.
“Gini, Fan. Artinya, jauh di dalam lubuk hatimu, kamu menganggap mereka manusia yang berbeda darimu. Dan ada perasaan ingin menyeragamkan semua orang, mengislamkan semua orang,” kata Gus Mut.
“Ya itu perasaan yang bagus dong, Gus?” tanya Fanshuri.
“Iya, niat itu bagus, tapi risikonya itu lho yang bikin aku khawatir. Karena keimanan itu urusannya sama pengalaman yang harus dijalani sendiri. Nggak yang ujug-ujug kamu cerita ke orang lain lantas orang itu langsung percaya,” kata Gus Mut.
“Tapi namanya cita-cita kan nggak apa-apa dong, Gus. Kali aja berhasil,” kata Fanshuri.
“Nabi Muhammad yang jelas-jelas benar saja, kunci dari agama Islam aja, tak pernah sekalipun tuh memaksa semua orang untuk percaya Islam kok. Lah, lalu kita ini siapa kok ngotot banget sampai punya ambisi semua orang harus masuk Islam,” kata Gus Mut.
Fanshuri terkejut dengan jawaban Gus Mut ini.
“Lagian ya, Fan…” kata Gus Mut sambil bersandar di kursinya, “Islam atau tidaknya seseorang itu kan pada dasarnya nggak pernah ada yang tahu.”
“Ma, maksudnya, Gus?”
“Ya seorang menjadi Islam itu bukan semata-mata karena kalimat syahadat di bibirnya, atau gerakan-gerakan salatnya, karena Islamnya seseorang itu ada di kesunyian masing-masing. Persis kayak seseorang murtad itu bukan karena omongannya atau pengumumannya. Itu semua sifatnya administratif, sifatnya sosial doang. Agar manusia tahu sama tahu, tapi siapa yang bisa menjamin isi hati setiap orang dia Islam apa bukan?” kata Gus Mut.
Fanshuri terdiam sejenak.
“Apa ini artinya orang kayak saya ini belum tentu Islam ya, Gus?”
“Ya kamu Islam, Fan, kalau menurut mata saya. Tapi menjadi Islam yang pantas masuk ke surga, apa ya saya bisa tahu?”
Fanshuri langsung tertegun. Dadanya mendadak begitu sesak.
“Jangan-jangan kita ini belum Islam ya, Gus?”
Gus Mut kali ini tertawa, lantas menjawab…
“Begitu kok udah yakin bisa membela orang lain masuk surga, Faaan, Fan.”
Fanshuri kali ini tertawa ngakak.
Artikel Asli : mojok.co
Surga
Surga siapaun mahluk yg masuk surga ,itu semua karena Rahmat Allah, Nah salah satu rahmat Allah ,untuk mahluk didunia adalah imsn Islam. Kalau yg lain bila ada dimasukkan juga ksrena Rahmat Allah🙏 jawaban ini didasari saya pernah dengar akan ada hewan anjing dimadukkan juga keSurga.🙏