Di negara yang menganut sistem demokrasi, berdemo atau menyuarakan pendapat di muka umum merupakan hal yang diperbolehkan. Perbedaan pendapat bahkan hingga beroposisi dalam berdemokrasi tidak masalah selama dengan batas dan nilai tertentu.
Dalam Pasal 28 UUD 45 misalnya, berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”.
Artinya masyarakat untuk berpendapat dapat melakukan unjuk rasa, pawai, rapat umum hingga mimbar bebas.
Meski begitu terdapat juga peraturan yang ditujukan untuk demonstrasi yang dilarang, yaitu terkait maksud demo ataupun bentuk aksi di lapangan saat unjuk rasa, lokasi unjuk rasa, hingga perihal waktu dalam berunjuk rasa.
Sebagai salah satu contohnya, aksi di tempat terbuka memiliki aturan di antara pukul 6.00 sampai dengan pukul 18.00 waktu setempat jika dilakukan di tempat terbuka, tapi jika tertutup akan diberlakukan di antara pukul 5.00 sampai dengan 22.00 waktu setempat.
Kemudian saat melakukan aksi, yang tidak diperbolehkan mulai dari melakukan penghinaan, perbuatan permusuhan, penghasutan, hingga tindakan pidana berupa kekerasan dan sebagainya.
Perusakan terhadap fasilitas umum yang kerap kali terjadi ketika terjadi kerusuhan akibat adanya provokasi di tengah demo yang seharusnya berjalan damai termasuk dalam bentuk demonstrasi yang dilarang.
Namun, jika melihat dari pandangan agama islam, apakah demonstrasi diperbolehkan, tentu setiap ulama memiliki pandangan berbeda-beda.