Merawat anak tugas pasangan suami-istri. Keduanya memiliki peran penting dalam pertumbuhan anak. Tapi, saat Allah mentakdirkan salah satu dari keduanya meninggal, kewajiban mengurus anak dilimpahkan kepada yang masih hidup. Apabila istri meninggal, suami wajib mengurus anak. Sebaliknya, bila suami meninggal, istri menjadi kepala keluarga untuk mengurus anak, menafkahinya, dan membesarkannya.
Tugas ini sangatlah berat apabila hanya dilakukan oleh seorang istri saja. Karenanya, apabila sang istri tersebut berkenan untuk menikah kembali, dengan tujuan agar ada yang memberi nafkah sang anak, maka itu diperbolehkan.
Tetapi apabila sang istri memilih untuk tidak menikah lagi, dengan kesetiaannya kepada sang suami, serta dikhawatirkan apabila ia menikah kembali perhatiannya kepada anak-anaknya akan berkurang, saat itulah perjuangan seorang istri sebagai single parent benar-benar diuji oleh Allah SWT. Perempuan yang mampu bertahan dalam situasi seperti ini akan mendapat keutamaan di akhirat kelak. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat ‘Auf bin Malik, Rasulullah bersabda:
أَنَا وَامْرَأَةٌ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ كَهَاتَيْنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَوْمَأَ يَزِيدُ بِالْوُسْطَى وَالسَّبَّابَةِ امْرَأَةٌ آمَتْ مِنْ زَوْجِهَا ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ حَبَسَتْ نَفْسَهَا عَلَى يَتَامَاهَا حَتَّى بَانُوا أَوْ مَاتُوا
Artinya :
“Rasulullah SAW bersabda, ‘Kelak pada hari kiamat aku bersama wanita yang kedua pipinya kehitam-hitaman (karena sibuk bekerja dan tidak sempat berhias) seperti ini -memberi isyarat dengan jari tengah dan jari telunjuk-. Yaitu seorang wanita janda yang ditinggal mati oleh suaminya, mempunyai kedudukan dan berwajah cantik, ia menahan dirinya (tidak menikah) untuk merawat anak-anaknya hingga mereka dewasa atau meninggal.” (HR: Abu Daud)