Al-Qur’an juga telah menyebutkan bagaimana kebanggaan kaum Muslimin terhadap diri mereka pada waktu Perang Hunain yang menyebabkan kekalahan, sehingga mereka menyadari keadaan itu dan kembali kepada Tuhan mereka.
لَـقَدۡ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ فِىۡ مَوَاطِنَ كَثِيۡرَةٍ ۙ وَّيَوۡمَ حُنَيۡنٍ ۙ اِذۡ اَعۡجَبَـتۡكُمۡ كَثۡرَتُكُمۡ فَلَمۡ تُغۡنِ عَنۡكُمۡ شَيۡـًٔـا وَّضَاقَتۡ عَلَيۡكُمُ الۡاَرۡضُ بِمَا رَحُبَتۡ ثُمَّ وَلَّـيۡتُمۡ مُّدۡبِرِيۡنَۚ
Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di banyak medan perang, dan (ingatlah) Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah yang banyak itu) sama sekali tidak berguna bagimu, dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu, kemudian kamu berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang. (QS at-Taubah: 25)
ثُمَّ اَنۡزَلَ اللّٰهُ سَكِيۡنَـتَهٗ عَلٰى رَسُوۡلِهٖ وَعَلَى الۡمُؤۡمِنِيۡنَ وَاَنۡزَلَ جُنُوۡدًا لَّمۡ تَرَوۡهَا ۚ وَعَذَّبَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا ؕ وَذٰ لِكَ جَزَآءُ الۡـكٰفِرِيۡنَ
Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Dia menurunkan bala tentara (para malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menimpakan azab kepada orang-orang kafir. Itulah balasan bagi orang-orang kafir. (QS at-Taubah: 26)
Ketika itu, sebagian di antara mereka -para sahabat- ada yang berkata, “Pada hari ini kita tidak akan kalah gara-gara jumlah yang sedikit.”
Tatkala penyakit ujub itu menyelinap ke dalam hati mereka, maka Allah berikan pelajaran bagi mereka. Padahal, mereka itu adalah para Sahabat Nabi -orang-orang termulia di atas muka bumi setelah para nabi- sejumlah 12 ribu pasukan kaum muslimin kocar-kacir di awal pertempuran dalam menghadapi 4 ribu pasukan musyrikin dari kabilah Hawazin… (lihat Tafsir al-Karim ar-Rahman, hal. 345).
Ujub (takjub) dengan diri sendiri dan ghurur (terperdaya) dengan kenikmatan yang dimiliki adalah dua hal yang sangat berbahaya pada diri seseorang. Kelebihan dan nikmat yang dimiliki bisa jadi malah menjerumuskan dalam lembah kehinaan. Ujub menghalangi dari kesempurnaan akhlak dan bahkan bisa menjatuhkan seseorang yang sebenarnya memiliki keutamaan.
Sesungguhnya orang yang berbangga terhadap dirinya sendiri tidak akan dapat melihat aib yang ada pada dirinya walaupun aib itu sangat besar, tetapi dia dapat melihat kelebihan dan kebaikan dirinya sebagaimana mikroskop yang dapat memperbesar hal-hal yang kecil dalam dirinya.
Sikap ujub pula yang memperdaya Iblis sehingga membangkang dari perintah Allah untuk sujud kepada Adam yang dia pandang lebih rendah dari dirinya. Iblis yang awalnya menghuni surga yang penuh kenikmatan tetapi akhirnya diusir dari surga dan bahkan diancam akan dimasukkan kedalam neraka di hari kiamat kelak.
Keutamaan yang kita miliki sejatinya hanya karunia yang Allah berikan pada kita sebagai bahan ujian untuk kita. Tidak perlu kita merasa sombong atau takjub dengan diri kita sendiri. Allah dan RasulNya telah memperingatkan agar manusia tidak terperdaya dengan kenikmatan yang dimiliki. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah?” (QS. Infithar: 6)
Sayyina Ali bin Abu Thalib r.a. berkata, “Keburukan yang engkau lakukan adalah lebih baik daripada kebaikan di sisi Allah yang membuatmu berbangga diri.”
Atha, mengutip makna ucapan Ali kemudian dia mengungkapkannya di dalam hikmahnya: “Barangkali Allah membukakan pintu ketaatan tetapi tidak membukakan bagimu pintu penerimaan amalan itu; barangkali Dia menakdirkan bagimu kemaksiatan, tetapi hal itu menjadi sebab sampainya kamu kepadaNya.
Kemaksiatan yang menyebabkan dirimu terhina dan tercerai-berai adalah lebih baik daripada ketaatan yang menyebabkan dirimu berbangga dan menyombongkan diri.”
Hikmah Hadis
Kembali ke hadis tentang kisah Nabi yang ujub. Syaikh Umar Sulaiman menyebut pelajaran dan faedah hadis ini.
1. Rasulullah memberi pengertian kepada sahabat sahabatnya tentang sebab-sebab kelemahan dan kebinasaan. Di antaranya adalah ujub terhadap diri.
2. Akibat ujub sangatlah mengerikan, sebagaimana yang terjadi pada umat Nabi tersebut. Hal itu karena ujub melemahkan tawakkal dan berpijak kepada Allah, serta menjadikan seseorang hanya bergantung kepada sebab-sebab materi.
3. Hendaknya para pemimpin, para panglima dan para pengendali urusan harus waspada. Jangan sampai Allah menurunkan apa yang telah Allah timpakan kepada kaum Nabi ini. Pada zaman ini kita sering melihat dan mendengar banyaknya kekaguman para pemimpin dan panglima terhadap tentara dan pengikut mereka.
4. Bisa jadi sebab turunnya ujian adalah sesuatu yang samar, hanya diketahui oleh orang yang mengerti agama Allah. Musibah seperti ini bisa menimpa kaum saleh yang berjihad, sementara mereka tidak mengetahui darimana sebabnya.
5. Adanya umat yang baik dalam jumlah besar sebelum kita. Pada kalangan mereka terdapat orang-orang yang berperang dan berjihad di jalan Allah. Dalam rentang waktu yang pendek, jumlah orang yang mati mencapai tujuh puluh ribu orang.
6. Seorang muslim dianjurkan untuk melaksanakan salat jika menghadapi suatu perkara besar. Semoga Allah membimbingnya kepada pilihan yang paling lurus. Termasuk hal ini adalah Istikharah yang disyariatkan oleh Allah setelah dua rakaat.
7. Dalam perkara yang mengharuskan memilih, seorang muslim hendaknya tidak tergesa-gesa. Dia harus bermusyawarah seperti yang dilakukan oleh Nabi ini. Dia harus memikirkan dengan matang, menimbang antara pilihan-pilihan yang ada. Dia harus berdoa kepada Allah agar memberinya taufik sehingga bisa memilih dengan benar.