Setelah saudara-saudaranya Nabi Yusuf pulang dari hutan, ternyata mereka tidak membawa pulang Nabi Yusuf. Walaupun berbohong, mereka mengaku kepada Nabi Ya’qub bahwa Yusuf dimakan serigala. Kekhawatiran yang terucapkan oleh Nabi Ya’qub, seolah-olah menjadi realitas. Walaupun nanti ada cerita panjang nan rumit yang kemudian bisa menyatukan kembali di antara mereka semua.
Berikutnya, saat Nabi Yusuf digoda oleh seorang wanita dan wanita-wanita lain, Nabi Yusuf sampai berdoa:
رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Artinya: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh” (QS Yusuf: 33).
Doa pilihan Nabi Yusuf yang lebih memilih penjara daripada terjerumus bersama para wanita, akhirnya diijabahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala yang akhirnya memang Nabi Yusuf dipenjara namun ia juga bebas dari tipu daya wanita:
فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka Tuhan memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui” (QS Yusuf: 34)
Dalam syair Majnunu Laila –yang artinya orang yang tergila-gila dengan Laila, bukan Laila Majnun yang berarti Laila yang gila–Qais melantunkan:
فلو كنتُ أعمى أخبِط الأرضَ بالعصا ۞ أصمَّ فنادتني أجبتُ المناديا!
Artinya: “Jika saja aku ini menjadi buta, akan aku hentakkan tongkatku di atas muka bumi. Dan apabila aku tuli pun, andai saja Laila mengundangku, aku akan datangi pengundang tersebut.”
Sebagian perawi mengisahkan bahwa Qais di kemudian hari menjadi buta dan tuli setelah melantunkan syairnya tentang buta dan tuli.
Dengan cerita-cerita di atas, kita dapat mengambil pelajaran betapa pentingnya sebuah perkataan baik untuk pribadi sendiri maupun untuk keluarga misalnya dengan kalimat “saya tidak mungkin mampu” dan lain sebagainya. Apalagi untuk orang tua yang sedang kurang berkenan dengan anaknya, jangan sampai berbicara buruk kepada anak tersebut. Barangkali dengan ucapan buruk tersebut, Allah mengabulkan suatu saat nanti. Na’udzu billah. Wallahu a’lam.
Artikel asli : nu.or.id