Pertanyaan:
Assalamualaikum wr wb
Saya sedih dengan merebaknya kasus hamil di luar nikah di masyarakat saya tinggal saat ini. Sepertinya doktrin bahwa zina itu adalah perbuatan keji dan dosa besar tidak membuat para pelaku takut berzina.
Mungkin dengan menjelaskan hik mah dibalik pengharaman zinah masyarakat akan semakin sadar dan bersama-sama menekan budaya perzinahan ini. Apa sajakah hikmah di balik pengharaman zina?
Jawaban:
Waalaikumussalam wr wb
Betapa besarnya bahaya dan kerusakan yang ditimbulkan perbuatan zina itu bagi individu, keluarga, dan masyarakat Islam sehingga Allah SWT meletakkannya setelah pembunuhan dan mempersekutukan Allah (syirik).
“Dan, orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.” (QS al-Furqan [25]: 68-69)
Imam Syathibi dalam kitabnya al- Muwafaqatmenegaskan, sesungguhnya syariat itu adalah demi kemaslahatan manusia, di mana semua taklif (perintah dan larangan) adalah untuk menghindari mafsadah (kerusakan), untuk mendapatkan maslahat (kemaslahatan), atau untuk mendapatkan kedua-duanya.
Imam Ibnu Qayyim juga menjelaskan dalam kitabnya I’lam al-Mu waqqi’inbahwa sesungguhnya syariat Islam itu dasar dan asasnya adalah di atas hikmah dan untuk kebaikan umat manusia, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Syariat itu seluruhnya adalah keadilan, rahmat, kebaikan, dan hikmah.
Di antara hikmah pengharaman zina adalah, pertama, menjaga kehormatan perempuan agar tidak dijadikan barang yang diperjualbelikan karena Islam datang untuk memuliakan manusia, baik laki-laki dan perempuan.
Kedua, mencegah percampuran nasab karena dengan dibolehkan zina berarti memasukkan anak yang bukan dari benihnya ke dalam keluarga yang nantinya akan mewarisi. Bukan anaknya dan memperlakukannya sebagai mahram padahal bukan mahramnya.
Ketiga, mencegah banyaknya anak yang ditelantarkan orang tua akibat malu anaknya lahir dari hasil perzinahan. Dan, melindungi bayi-bayi yang dibunuh ibunya sendiri ketika masih dalam kandungan (aborsi).
Keempat, menjaga keutuhan dan ketenteraman dalam rumah tangga.
Kelima, pengharaman zina sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki rasa ghirah/cemburu terhadap kehormatannya, di mana tidak mungkin seseorang bisa menerima dan rela melihat istri, anak, ibu, dan saudari nya menjadi barang yang diperjualbelikan dan dijadikan pemuas nafsu orang lain.
Sebagai mana nasihat Nabi dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, Baihaqi, dan Thabrani, kepada pemuda yang meminta izin kepada Beliau untuk dibiarkan melakukan zina, dengan menanya kan kepada dia apakah rela orang lain berzina dengan ibu, anak, sau dari dan anggota keluarganya yang lain.
Keenam, mencegah menyebarnya kejahatan, khususnya pembunuhan, disebabkan rasa cemburu, di mana seorang suami bisa membunuh istrinya dan lelaki yang berzina dengannya karena rasa marah, cemburu ketika melihat istrinya berzina dengan lelaki lain, atau lelaki bisa membunuh suami wanita yang dizinahinya.
Ketujuh, mencegah penyebaran penyakit menular yang merupakan hukuman dari Allah atas menyebarnya perbuatan keji tersebut, seperti HIV/AIDS. Rasulullah bersabda,
“Tidaklah tampak zina di suatu kaum, kemudian dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.” (HR. Ibnu Majah, al-Hakim dan Abu Nu’aim).
Wallahu a’lam bish shawab.
Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir
Sumber: republika.co.id