“Misalnya, ketika Beliau mendirikan masjid di sini banyak dipertanyakan. ‘Ngedekne masjid kok pucuk gunung tengah alas’ (mendirikan masjid kok di tengah hutan di puncak gunung). Dia menjawab ya di belakang hari akan banyak di datangi banyak orang,” ungkapnya.
Hingga akhirnya kesabaran, kepercayaan, keyakinan serta kesederhanaannya mulai diuji. Pergunjingan itu terdengar oleh Sunan Kudus. Kemudian Sunan Muria memutuskan untuk membakar masjidnya sendiri yang telah dibangun dan diganti dengan bangunan masjid sederhana.
“Ketika masjid sudah jadi dipandang dari mana-mana bagus, beliau terus dipuji teman-teman. Masjid sunan Muria kok apik (bagus dan megah). Konon dia enggak enak di hati. Kemudian dibakar habis oleh beliau sendiri terus mendirikan masjid sederhana,” ungkap Mastur.
Mastur menilai, langkah yang dilakukan oleh Sunan Muria membuktikan betapa sederhananya dirinya sebagai seorang aulia dan khalifatullah.
“Untuk menghindari takabur. Untuk menghindari hal-hal tidak diinginkan di masyarakat terjadi prasangka buruk dan pergunjingan,” pungkasnya.
Sumber: merdeka.com | panggilandarisurau.com