Isra Miraj merupakan satu di antara mukjizat Nabi Muhammad SAW, sekaligus sebagai bukti kenabian dan kerasulan beliau. Isra Miraj sendiri dimengerti sebagai perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram yang ada di Mekah ke Masjid al-Aqsha (Baitul Maqdis).
Dengan menunggangi Buraq dan ditemani malaikat Jibril, Nabi Muhammad naik ke langit hingga lapis ketujuh, yaitu Sidratul Muntaha. Ini dilakukan dalam waktu satu malam, tepatnya pada Senin 27 Rajab tahun 621 M.
Sebagai catatan, Isra Miraj terjadi setahun sebelum beliau hijrah dari Mekkah ke Madinah. Dalam peristiwa fenomenal ini, dikisahkan bahwa Rasulullah SAW bertemu dengan para Nabi pendahulunya, sekaligus mendapatkan wahyu berupa perintah melaksanakan shalat lima waktu. Perjalanan tersebut diawali dengan melakukan perjalanan dari Mekkah ke Madinah yang dikenal dengan istilah Isra, kemudian dilanjutkan perjalanan ke langit sampai pada langit ketujuh yang dikenal dengan istilah Miraj.
Menariknya, tidak saja sebatas perjalan Sang Nabi dalam tempo semalaman–dari Mekkah ke Baitul Maqdis kemudian ke langit sampai ke langit ketujuh–, tetapi peristiwa Isra Miraj juga melibatkan “dialog” antara langit dan bumi.
Ya, ada sebuah kisah atau penjelasan lain, bahwasanya dalam peristiwa tersebut juga terjadi dialog antara langit dan bumi yang mengklaim paling mulia, sehingga berharap agar dikunjungi oleh ciptaan Allah SWT yang paling mulia pula, yaitu Nabi Muhammad SAW.
Dialog antara langit dan bumi ini, seperti dikatakan oleh Syekh Utsman Ibn Hasan al-Khoubawy dalam kitabnya Durrotun Nasihin, merupakan musabab terjadinya Miraj Nabi SAW. Dalam kitab tersebut dijelaskan dialog antara langit dan bumi yang saling mengklaim paling mulia sebagaimana berikut:
“Aku lebih baik darimu (langit), karena Allah SWT telah menghiasiku dengan hamparan pulau, lautan, sungai, pepohonan, pegunungan dan lain sebagainya,” kata Bumi.
Maka, berkatalah langit, “aku lebih baik darimu (bumi), karena matahari, bulan, bintang, falaq (garis edar), buruj (gugusan bintang), arsy (singgasana-Nya), kursy (kekuasaan-Nya) dan surga berada padaku.”
Seolah tak mau kalah, Bumi kemudian membalas, “dan padaku ada Baitullah (Ka’bah) yang selalu diziarahi dan digunakan untuk melaksanakan ibadah thawaf oleh seluruh para Nabi dan Rasul, ulama, ahli hukum, para pembesar dan orang-orang yang beriman.”
Sejurus kemudian, Langit berkata, “dan padaku ada Baitil Ma’mur, yang digunakan thawaf oleh seluruh malaikat, dan padaku ada surga yang menjadi tempat para arwah Nabi dan Rasul, ulama yang mengamalkan ilmunya, para hukama, para pembesar dan orang-orang saleh.”
Maka bumi pun menjawab, “sesungguhnya pemimpin para Rasul dan penutup para Nabi, kekasih rabbil alamin berada padaku, dan syari’atnya berjalan di atasku.”