Apa yang dilihatnya itu ternyata membuat Fulan kaget. Ia pun terbangun. Dan tak bisa tidur lagi setelahnya. Malam itu ia begadang.
Pagi tiba. Fulan pergi ke tempat jezanah yang ia tinggalkan sebelumnya. Aneh, jenazah itu hilang. Tak ada. Ia mencari kesana kemari. Tak ketemu juga. Akhirnya, ia menemukan ada sebuah kuburan baru. Fulan menduga keras bahwa itulah kuburan yang dilihatnya dalam mimpi semalam.
Kisah ini penulis baca dalam kitab ‘Uyun al-Hikayat karya Ibnu Jauzi. Lewat kisah ini kita bisa mengambil banyak hikmah. Salah satunya adalah jati diri seseorang bisa dilihat dari setiap hal yang ia inginkan.
Terbaca di awal kisah, Fulan ingin sekali bertemu dengan wali abdal. Hingga akhirnya keingiannya tercapai. Keinginan Fulan cenderung bisa digunakan untuk menganalisis dan mengetahui siapa sebenarnya dia. Dari keingiannya itu, bisa ditebak bahwa Fulan adalah juga wali abdal.
Dalam konteks kekinian, kita bisa menebak kualitias orang lain dari tulisan, gambar, atau video yang diunggah di media sosial. Jika ada orang yang sering menulis atau mengunggah berita/isu terkait ekonomi, maka dipastikan ia sedang suka atau memang ahli ekonomi. Begitu juga dengan bidang lain. Politik, kesehatan, agama, dan seterusnya.
Untuk mendapatkan informasi terkait kondisi mental seseorang, cara yang digunakan para ahli adalah dengan mencermati dan meneliti status, catatan, dan apa saja yang dibagikan orang tersebut di akun media sosial mereka. Begitu kurang lebih dilansir BBC News Indonesia.
Walhasil, meski tidak sepenuhnya benar, namun apa yang seseorang pikirkan, inginkan, katakan, bagikan/unggah/posting di media sosial, menunjukkan siapa sesungguhnya orang tersebut dan bagaimana kondisi kejiwaan, mental, dan jatidirinya. Itulah mengapa, di beranda, Facebook selalu bertanya, “Apa yang Anda pikirkan?”.
Sumber:
Ibn al-Jauzi, Jamaluddin Abi al-Farj bin. ’Uyun al-Hikayat. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2019.
Artikel asli : islami.co