Jangan pernah merendahkan orang lain atau mencelanya karena perangainya yang buruk. Bisa jadi orang yang dianggap hina di mata manusia adalah orang yang mulia di sisi Allah.
Seperti kisah yang diceritakan dalam Kitab I’anatut Thalibin karya Sayyid Bakri bin Sayid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, terbitan Darul Fikr, Beirut, tahun 2005. Kitab I’anatuth Thalibin adalah kitab fiqh yang merupakan syarah dari Kitab Fathul Mu’in. Kitab ini sangat masyhur di kalangan masyarakat Indonesia dan juga salah satu kitab rujukan Mazhab Syafi’iyyah dalam ilmu fiqh.
Dikisahkan, pada zaman Amirul Mukminin Harun Ar-Rasyid berkuasa, ada seorang pemuda yang dikenal berperangai buruk. Banyak perilakunya tidak menarik simpati penduduk Bashrah. Ia bukanlah pemuda idaman masyarakat.
Penduduk kota kehilangan empati terhadapnya.
Karena perilakunya yang tidak terpuji dan banyaknya maksiat terang-terangan, ia pun kehilangan wibawa di tengah masyarakat. Penduduk Basrah memandang rendah kepadanya. Tak satupun anggota masyarakat yang peduli kepadanya.
Namun demikian, pemuda ini selalu tampil lebih baik saat bulan Rabi’ul Awal (bulan kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam). Ia berpenampilan sangat bagus. Ia mencuci pakaian yang dikenakannya. Kemudian mengenakan wangi-wangian pada pakaiannya. Rambutnya disisir dengan rapi. Ia bercermin untuk memastikan penampilannya yang terbaik.
Apakah yang dilakukan pemuda ini selanjutnya? Di luar dugaan masyarakat, ia mengadakan jamuan kenduri (acara syukuran). Di tengah jamuan itu ia meminta sejumlah penduduk membacakan Maulid atau sejarah kelahiran Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Jamuan seperti itu dilakukannya sepanjang usianya setiap kali bulan Rabi’ul Awal tiba. Setiap kali bulan Maulid, setiap kali itu juga ia berhias, berpakaian rapi, mengenakan parfum, menyisir rambut, menjamu penduduk.
Dalam acara jamuannya, ia selalu meminta agar dibacakan riwayat kelahiran Rasulullah dan shalawat. Meski demikian, penduduk tidak mengubah pandangannya terhadap pemuda yang beralih senja. Mereka tetap memandang hina salah satu warganya ini.
Seiring berjalan waktu, Allah Ta’ala mencabut nyawanya. Para penduduk masih saja membencinya. Mereka enggan dan berat hati mengurus jenazahnya.
Tetapi alangkah terkejutnya penduduk Bashrah. Ketika orang ini wafat, mereka mendengar suara tanpa rupa (suara ghib) menggema di atas langit Bashrah. “Hai sekalian penduduk Bashrah, saksikanlah jenazah salah seorang waliyullah.Ia adalah seorang yang mulia di sisi-Ku,” kata suara tersebut.
Penduduk Bashrah lalu berduyun-duyun menyaksikan jenazah orang tersebut.Mereka mengurus jenazah itu dengan sebaik-baiknya. Mereka menggelar upacara pemakamannya.
Dalam mimpi mereka melihat orang yang baru dimakamkan itu mengenakan pakaian berbahan sutra halus dan sutra tebal berlapiskan emas. Mereka melihat almarhumah berjalan penuh wibawa dengan pakaian indahnya.
“Dengan apa engkau mendapatkan kehormatan seperti ini?” tanya mereka.
“Berkat penghormatanku terhadap hari kelahiran Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم,” kata waliyullah itu.
Begitulah kisah orang-orang yang memuliakan Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Betapa berharganya penghormatan dan mahabbah kepada Nabi sehingga mendatangkan ridha Allah Ta’ala. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatnya untuk kita semua.
Artikel asli : sindonews.com