Aisyah radliyallahu ‘anh menuturkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Aku bermimpi selama tiga malam. Malaikat datang kepadaku dengan membawa gambarmu dalam sepotong kain sutra seraya berkata, ‘Inilah istrimu.’ Lalu, aku buka kain penutup wajah tersebut, ternyata itu adalah gambarmu. Saat itu aku bergumam, jika ini kehendak Allah maka pasti akan terjadi” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Wafatnya Sayyidah Khadijah meninggalkan duka dalam bagi Rasulullah ﷺ. Bagaimana tidak, Khadijah sendiri telah banyak berpengaruh dalam hidup beliau dan agama Islam. Sifat penyayang dan keibuan yang dimiliki Sayyidah Khadijah telah membuat beliau sangat mencintainya. Siapa yang tidak sedih ditinggal sang kekasih dengan sifat yang mulia semacam itu.
Melihat kesedihan Rasulullah ﷺ yang begitu dalam, para sahabat pun ikut merasa susah dan payah dengan keadaan ini. Para sahabat memikirkan bagaimana kesedihan Rasul segera hilang, sehingga beliau kembali dalam keadaan ceria. Hingga pada suatu hari datanglah sahabat yang bernama Khaulah binti Hakim kepada Rasulullah.
“Wahai utusan Allah, apakah engkau tidak ingin menikah lagi?” tanya Khaulah kepada Rasulullah ﷺ.
“Dengan siapa?” Rasulullah balik bertanya kepada Khaulah.
“Dengan kesukaan hatimu. Apakah engkau menginginkan perawan atau janda?”
“Jikalau perawan siapa? Dan jikalau janda siapa?” tanya Rasulullah ﷺ lebih dalam.
“Jikaulau anda berkenan seorang perawan maka ia adalah Sayyidah Aisyah binti Abu Bakar, putri dari seorang makhluk Allah yang engkau cintai. Dan jikalau engkau berkenan seorang janda, maka ia adalah Saudah binti Zam’ah ia adalah seorang perempuan yang telah beriman dan mengikuti ajaranmu,” jawab Khaulah.
“Jikalau begitu pergilah dan beritahu kepada mereka berdua atas pinanganku,” pinta Rasulullah ﷺ mengiyakan usulan dari Khaulah. Lalu, pergilah Khaulah menghadap Abu Bakar. Sesampainya di rumah Abu Bakar, Khaulah bertemu dengan Ummu Ruman (istri Abu Bakar).
“Wahai Ummu Ruman, sungguh Allah Ta’ala telah memberikan kepadamu kebaikan dan keberkahan!” ucap Khaulah kepada Ummu Ruman. “Apakah itu?” tanya Ummu Ruman penasaran atas ucapan Khaulah.
“Saya diutus Rasulullah untuk menyampaikan pinangan beliau kepada Sayyidah Aisyah.”
Mendengar perkataan Khaulah yang mengejutkan, Ummu Ruman hanya terdiam. Seakan-akan tidak percaya dengan apa yang telah dikatakan oleh Khaulah.
“Tunggulah sebentar sembari Abu Bakar datang,” jawab Ummu Ruman keherenan. Tak lama kemudian, datanglah Abu Bakar. Khaulah pun menyampaikan apa yang menjadi hajat kedatangannya.
Tidak kalah herannya dengan Ummu Ruman, Abu Bakar sangat kaget mendengar kabar tersebut.
“Apakah Aisyah boleh menikah dengan Rasulullah? Bukankah dia putri dari saudaranya sendiri?”
Khaulah pun segera menemui Rasulullah ﷺ untuk menyampaikan pertanyaan dari Abu Bakar.
Rasulullah ﷺ berkata, “Temui kembali Abu Bakar dan sampaikan kepadanya, engkau adalah saudaraku dalam Islam. Aku tetap menjadi saudaramu, dan putrimu (Aisyah) halal untuk aku nikahi.”
Bergegaslah Khaulah menemui Abu Bakar dan menyampaikan apa yang dikatakan oleh Rasulullah ﷺ. Setelah semuanya jelas, Abu Bakar pun menerima pinangan Rasulullah ﷺ untuk Aisyah. Abu Bakar pun menikahkan Aisyah dengan Rasulullah ﷺ. Pada saat itu Aisyah adalah seorang gadis yang baru berumur 6 tahun, ada juga yang mengatakan 7 tahun.
Sedangkan Saudah binti Zum’ah dinikahi oleh Rasulullah ﷺ pada tahun ke-10 kenabian lebih tepatnya 3 tahun sebelum pernikahan beliau dengan Aisyah.
Begitulah kisah bagaimana Rasulullah meminang Sayyidah Aisyah. Tidak semata-mata karena nafsu Rasululah ﷺ menikahi Sayyidah Aisyah yang masih dalam keadaan seorang gadis mungil yang tak tau apa-apa.
Pernikahan itu didasari wahyu yang diterima Rasulullah dari Allah Ta’ala.
Sumber : nu.or.id