Mariyah al-Qibthiyah merupakan putri seorang pembesar Mesir. Ayahnya bernama Syam’un, ia berasal dari suku Qibthi. Sedangkan ibunya adalah perempuan koptik berdarah Romawi. Mariyah lahir di Hafn, sebuah wilayah di dataran tinggi Mesir.
Terdapat perbedaan pendapat mengenai status Mariyah, apakah ia termasuk istri Rasulullah Saw atau bukan. Dalam al-Ishabah fit Tamyiz as-Shahabah disebutkan bahwa Mariyah adalah milkul yamin (hamba sahaya) Rasulullah Saw, sehingga ia boleh dicampuri. Oleh karena itu Mariyah tak berjuluk Ummul Mukminin, ia lebih sering disebut sebagai ummu waladi Rasulillah Saw (Ibu dari anak Rasulullah Saw).
Dr. Aisyah Abdurrahman dalam Tarajim Sayyidat Baitin Nubuwah menuliskan Mariyah sebagai sariyyah, yang berarti istri Rasulullah Saw yang sah berdasarkan agama, namun secara status sosial seperti budak, karena Mariyah adalah hadiah dari Raja Mesir.
Adapun Abdullah Hajjaj dalam Maria Al-Qibthiyah: The Forgotten Love of Prophet menyebutkan, Nabi bermalam bersama Maria dengan status milkul yamin. Lalu beliau mengubah status Maria menjadi istrinya di kalangan keluarganya.
Hadiah dari Raja Muqauqis
Pada tahun 7 H, Rasulullah SAW melalui utusannya, Hatib bin Abi Balta’ah mengajak Muqauqis, raja Alexandria Mesir untuk memeluk Islam. Namun Muqauqis menolak ajakan itu dengan baik-baik. Sebagai penghormatan, ia mengirimkan sejumlah hadiah untuk Nabi Muhammad SAW.
Dalam al-Ishabah disebutkan, hadiah yang diberikan oleh raja Mesir itu adalah Mariyah beserta saudarinya, Sirin, juga kerabatnya, Ma’bur, 1.000 mitsqal emas, 20 kain tenun terbaik Mesir, kuda bernama Duldul, dan keledai bernama Ya’fur.
Berdasarkan surat balasan Raja Muqauqis kepada Nabi Muhammad SAW, sebagaimana disebutkan dalam ar-Rahiq al-Makhtum, raja Mesir ini menyatakan bahwa Mariyah dan saudarinya Sirin memiliki kedudukan mulia bagi masyarakat Koptik.
Pada awalnya, Mariyah merupakan seorang Nasrani, lalu Hathib menawarkan Mariyah untuk memeluk Islam. Perempuan berambut ikal ini pun akhirnya memutuskan untuk mengimani ajaran Nabi Muhammad SAW, begitu pula Sirin, saudarinya. Akan tetapi Ma’bur tetap memeluk agamanya yang terdahulu, ia baru masuk Islam di kemudian hari, saat berada di Madinah.
Rasulullah SAW menerima hadiah dari Raja Muqauqis dengan senang hati. Beliau mengambil Mariyah untuknya. Sedangkan Sirin ia serahkan kepada seorang penyair bernama Hasan bin Tsabit.